Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu Negara berkembang dimana Indonesia terus
menerus meningkatkan pembangunan di berbagai sektor, baik sektor ekonomi, sosial, dan umum. Pembangunan itu sendiri pada dasarnya ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Dalam peranannya ketersediaan akomodasi serta pelayanan parkir merupakan kiprah Pemerintah Kota Samarinda sebagai wakil masyarakat Kota Samarinda
Dalam ketetapan Peraturan Daerah Kota Samarinda no 21 tahun 2002, kebijakan tentang perparkiran yang dikeluarkan oleh Pemerintah, yang mana
didalamnya menjelaskan bahwasanya Pemerintah dapat mengajak pihak lain, dalam hal ini adalah pihak swasta (non Pemerintah) yang ditunjuk sebagai bahan pengelola terhadap suatu kawasan parkir. Perparkiran bukanlah suatu fenomena yang baru perparkiran merupakan masalah yang sering dijumpai dalam sistem transportasi. Di banyak kota baik di kota-kota besar maupun kota-kota yang
sedang berkembang selalu menghadapi masalah perparkiran, khususnya untuk kendaraan roda 4 Namun pada kenyataanya masalah parkir di Indonesia masih sangat memprihatinkan hampir semua di kota-kota besar mempunyai masalah yang sama yaitu tentang parkir yang menggunakan sebagian badan jalan yang dapat menyebabkan kemacetan dan tidak memiliki sumbangsi terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dengan demikian dalam pelaksanaan pelayanan publik di Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang dirancangkan kurang lebih selama 4 tahun, adapun fungsi dari Undang-Undang pelayanan publik adalah untuk mengatur tentang prinsip - prinsip Pemerintahan yang baik yang merupakan efektivitas fungsi-
fungsi Pemerintahan itu sendiri sehingga dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada Pemerintahan dan administrasi publik. Dalam pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena
perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung “berjalan di tempat” sedangkan implementasi sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain.
Dengan adanya aktivitas pada pusat perdagangan akan mengakibatkan adanya bangkitan perjalanan, dari bangkitan perjalanan akan menimbulkan
bangkitan parkir di daerah/kawasan perdagangan. Hal tersebut akan menumbuhkan lokasi-lokasi parkir baru di badan jalan (on-street parking). Akibat dari parkir di badan jalan menyebabkan hambatan pergerakan arus lalu lintas pada ruas jalan tersebut, yang pada akhirnya terjadi penyempitan lebar jalan dan besar kemungkinan akan menurunkan kapasitas ruas, besarnya penyempitan tersebut dipengaruhi oleh volume parkir, ukuran kendaraan dan sudut parkir.
Masalah ini timbul karena Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah kurang memprihatikan masalah perpakiran padahal masalah parkir ini apabila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan dampak yang sangat kompleks dan sukar untuk diatasi seperti halnya masalah perparkiran yang ada di Kota Samarinda khususnya di daerah Pasar Pagi.
Dalam kenyataanya terbatasnya lahan parkir didaerah pasar pagi khususnya di Jalan Jendral Sudirman yang daerah intensitas lalu lintas yang padat dan sentral perekonomian Kota Samarinda, yang tidak didukung dengan fasilitas parkir yang memadai sehingga ada oknum-oknum yang menjadi jukir (juru parkir) liar yang mengambil keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang
ditimbulkan karena jukir (juru parkir) menggunakan sebagian badan jalan untuk lahan parkirnya yang menimbulkan kemacetan, dan tidak sedikit masyarakat yang resah dengan adanya jukir (juru parkir) liar.
Dari Penelitian ini di temukan beberapa kinerja Unit Pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) Perparkiran yang belum efektif dan maksimal dalam mengelola perparkiran Kota Samarinda khususnya yang berada di Jalan Jendral Sudirman
kelurahan Pasar Pagi. Proses komunikasi, ketersediaan sumber daya pendukung
(Sumber daya manusia (SDM), Peralatan kerja), kesediaan para pelaksana tugas untuk bekerja secara cakap dan penuh tanggung jawab, serta organisasi yang menjadi penyelenggara Proses Perparkiran (UPTD Perparkiran) belum lah
sepenuhnya dijalankan dengan baik dan sungguh-sungguh.
Dengan demikian peran Dinas Perhubungan khususnya unit pelaksana parkir yang mempunyai peran yang sangat penting terhadap jukir, masih adanya jukir di Jalan Sudirman yang membawa dampak negatif terhadap masyarakat dengan kenyataan yang demikian maka saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peran Dinas Perhubungan Terhadap menertiban Parkir Liar di Kota
Samarinda khususnya di Pasar Pagi “.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Peran Dinas Perhubungan dalam menertibkan Parkir Liar di Pasar
Pagi Kota Samarinda ?
2. Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung Dinas Perhubungan dalam
Menertibkan Parkir Liar di Pasar Pagi Kota Samarinda ?
Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Peran Dinas Perhubungan dalam menertibkan Parkir Liar di Pasar Pagi Kota Samarinda.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor penghambat dan faktor pendukung Dinas Perhubungan dalam menertibkan Parkir Liar di Pasar Pagi Kota Samarinda.
Kerangka Dasar Teori
Pengertian Peran
Menurut Rivai (2006 : 133) peran dapat diartikan sebagai perilaku yang
diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Jika dikaitkan dengan peranan sebuah instansi maka dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang
diharapkan untuk dilakukan oleh instansi/kantor sesuai dengan posisi kantor
tersebut.
Peran menurut Kozier (2006 : 134) peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam
suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapakn dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
Peran Dinas Perhubungan
a. Tugas Pokok
Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 45 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Kalimantan Timur pada Pasal 115 tertulis, Dinas Perhubungan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Perhubungan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Melaksanakan kewenangan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang Perhubungan.
b. Kedudukan Dinas Perhubungan :
1. Dinas Perhubungan merupakan unsur pelaksana teknis Pemerintah Provinsi
2. Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah
Pengertian Pelayanan Publik
Dalam pendekatan tata bahasa, istilah pelayanan diambil dari kata Inggris
"service", yang berasal dari kata kerja to serve yang berarti melayani. Sedangkan istilah publik berasal dari bahasa Inggris “public” yang berarti umum, masyarakat
atau Negara. Istilah publik juga didefinisikan menurut Inu dan kawan-kawan dalam Sinambela, Inu dalam Sinambela (2006:5) bahwa publik adalah “sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki”.
Prosedur Pelayanan Publik
Terry (2001 : 63) mengatakan bahwa prosedur merupakan “suatu rencana
yang merupakan urutan kronologi yang tepat dari tugas-tugas spesifik yang di perlukan untuk suatu pekerjaan tertentu”. Prosedur memberi identifikasi dari tugas-tugas khusus dan menetapkan orang-orang yang akan melaksanakannya.
Didalam prosedur terdapat pula ketentuan-ketentuan mengenai jumlah waktu yang disediakan, uang dan usaha-usaha untuk mencapainya. Prosedur kerja terdapat suatu kesinambungan kerja menuju pencapaian tujuan bila disimak maka akan tampak bahwa prosedur itu keberadaaanya atau posisinya diantara sistem dan operasi pekerjaan
Kepuasan Masyarakat
Kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian kualitas pelayanan
publik dengan mengacu pada Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 dalam Pasolong (2008 : 137) memuat dimensi - dimensi yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja pelayanan publik instansi Pemerintah serta
BUMN/BUMD. Ketujuh dimensi pelayanan publik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kesederhanaan prosedur pelayanan, yaitu mencakup apakah telah tersedia prosedur tetap/Standar Operasional Pelayanan (SOP), apakah tersedia prosedur pelayanan secara terbuka, bagaimana dalam pelaksanaannya, apakah
telah dilaksanakan secara konsisten dan bagaimana tingkat kemudahan dalam mendukung kelancaran pelayanan.
2. Keterbukaan informasi pelayanan, yaitu mencakup apakah ada keterbukaan informasi mengenai prosedur, persyaratan dan biaya pelayanan, apakah dengan jelas dapat diketahui masyarakat, apakah terdapat media informasi
termasuk petugas yang menangani untuk menunjang kelancaran pelayanan.
3. Kepastian pelaksanaan pelayanan, yaitu mencakup apakah variabel waktu pelaksanaan dan biayanya, apakah waktu yang digunakan dalam proses pemberian layanan sesuai dengan jadwal yang ada, dan apakah biaya yang dipungut atau dibayar oleh masyarakat sesuai dengan tarif / biaya yang
ditentukan.
4. Mutu produk pelayanan, yaitu kualitas pelayanan meliputi aspek cara kerja pelayanan, apakah cepat, apakah hasil kerjanya baik/rapi/benar/layak.
5. Tingkat professional petugas, yaitu mencakup bagaimana tingkat kemampuan keterampilan kerja petugas mengenai sikap, perilaku dan kedisiplinan dalam memberikan pelayanan, apakah ada kebijakan untuk memotivasi semangat
kerja para petugas.
6. Tertib pengelolaan administrasi dan manajemen, yaitu mencakup bagaimana kegiatan pencatatan administrasi pelayanan, pengelolaan berkas, apakah dilakukan dengan tertib, apakah terdapat moto kerja dan apakah pembagian tugas dilaksanakan dengan baik serta kebijakan setempat yang mendorong
semangat dan motivasi kerja para petugas.
7. Sarana dan prasarana pelayanan, yaitu mencakup keberadaan dan fungsinya, bukan hanya penampilannya tetapi sejauh mana fungsi dan daya guna dari sarana/fasilitas tersebut dalam menunjang kemudahan, kelancaran proses pelayanan dan memberikan kenyamanan pada pengguna layanan.
Pengertian Parkir
Pengertian “parkir” secara umum adalah suatu keadaan tidak bergeraknya
kendaraan secara permanen (Tobing, 2007 : 1). Pengertian tersebut membedakan dengan istilah keadaan lainnya yang sering di jumpai dalam peraturan lalu-lintas, yakni “stop” yang diartikan sebagai suatu keadaan berhentinya kendaraan secara sementara, misalnya stop untuk menurunkan atau menjemput penumpang dengan barang sekedarnya. Jika kendaraan stop, kemudian mesin kendaraan dimatikan dan kemudian sang sopir keluar dari mobil, maka tidak lagi dikatakan lagi sebagai stop, tetapi parkir.
Pelayanan Parkir Umum
Pengertian pelayanan parkir umum mengandung tiga kata, yakni pelayanan,
parkir dan umum.
Pelayanan yang diberikan dapat berupa pelayanan fisik bersifat pribadi sebagai manusia dan pelayanan administratif yang diberikan orang lain selaku
anggota (Moenir, 2001 : 19).
Menurut Sutopo (dalam Sinambela, 2006 : 6), “pelayanan adalah suatu kegiatan atau urusan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan”. Selanjutnya Moenir (dalam Wijayanto, 2007 : 1) mengatakan bahwa pelayanan
adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Simbolon (dalam Kurniawan, 2005 : 4) mengemukakan “pelayanan adalah perlakukan yang dilakukan oleh Pemerintah yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sekaligus untuk menciptakan keadilan sosial ditengah
masyarakat.
Pelayanan Parkir Umum dan Regulasinya
Ada beberapa pihak yang terkait sehubungan pelayanan parkir umum di
perkotaan, yaitu:
a) Pihak yang berwenang yang mengatur boleh tidaknya pinggiran jalan tersebut dijadikan tempat parkir, yakni Pemerintah.
b) Pihak yang memberikan pelayanan parkir, yakni juru parkir.
c) Pihak yang menerima pelayanan parkir umum, yakni masyarakat yang memarkir kendaraannya di pinggiran jalan umum yang bersangkutan.
Berkenaan dengan regulasi perparkiran, setidaknya ada dua Undang-
Undang yang terkait dengan regulasi perparkiran, yaitu Undang-Undang Nomor
14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang-Undang Nomor 34 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Undang-
Undang pertama sedikit menyinggung dengan kegiatan perparkiran. Sedangkan yang kedua, lebih banyak berisi ketentuan dasar mengenai jenis pajak dan retribusi daerah, tarif serta pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di dalam pemungutannya.
Definisi Konsepsional
Dalam penelitian ini penulis akan menguraikan definisi konsepsional yang menyangkut judul skripsi agar mempermudah dan memahami maksud pembahasan ini. Adapun definisi konsepsional dari penelitian ini adalah :BERSAMBUNG
FILE TERSUSUN RAPI FORMAT DOCX (bisa di edit)
silahkan sms langsung, file akan dikirim via email
TERIMAKASIH .............SEMOGA BERMANFAAT
silahkan sms langsung, file akan dikirim via email
TERIMAKASIH .............SEMOGA BERMANFAAT
0 Response to "Contoh Tugas Dinas Perhubungan Dalam Menertibkan Parkir Liar"
Post a Comment