Contoh Tugas Pemerintah Dalam Implementasi Kebijakan Publik

( 6 halaman )






PERAN PEMERINTAH DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Menurut Fadilah Putra (2001), kebijakan publik yakni sesuatu yang dinamis dan kompleks bukannya sesuatu yang kaku dan didominasi oleh para pemegang kekuasaan formal semata, namun kebijakan publik kembali ke makna dasar demokratiknya, yaitu kebijakan yang dari, oleh dan untuk publik (rakyat).
Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 ihwal Pemda dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, yang disempurnakan dengan Undang-Undang proses desentralisasi menghendaki kekuasaan terdistribusi sampai ke lapisan bawah di masyarakat. Menurut Sudantoko (2003) Desentralisasi menjanjikan banyak hal bagi kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat di tingkat lokal.
Untuk mengimplementasikan kebijakan publik yang sesuai dengan makna dasarnya yakni dari, oleh dan untuk rakyat dibutuhkan implementasi yang sesuai dengan keadaan masyarakat setempat melalui desentralisasi yang diwujudkan kiprahnya oleh pemerintah kawasan yang dianggap lebih mengenal dan lebih bersahabat dengan masyarakat lokal.
Menurut Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999, pemerintah dan masyarakat di kawasan dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat tidak menguasai dengan penuh, namun hanya sebatas memberi arahan, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian setiap kebijakan nasional harus diimplementasikan oleh pemerintah daerah. Implementasi tidak hanya dalam bentuk menterjemahkan kebijakan dalam suatu pedoman teknis, tetapi juga dengan memperhatikan banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Agar pemerintah kawasan sanggup mengimplementasikan Kebijakan nasional dibutuhkan pemahaman terhadap isu strategis yang hendak diaturnya, hal ini terkait dengan persepsi dari pegawanegeri pemerintah kawasan terhadap isu strategis tersebut. Tentang problem pemahaman pemerintah kawasan atau dikenal dengan persepsi bergotong-royong merupakan bidang psikologis yang mempunyai dimensi kerumitan tinggi. Pembongkaran kerumitan variabel psikologis berkaitan dengan persepsi, sebagaimana sikap dan kepribadian, merupakan pekerjaan yang berat dan besar. Persepsi yang sederhananya dimengerti sebagai ”proses kognitif seseorang untuk menafsirkan dan memahami lingkungannya” pada pada dasarnya merupakan bab dari tafsiran pribadi. Oleh alasannya yakni itu individu yang berbeda akan memberi makna berbeda terhadap obyek yang sama.
Karena persepsi yang berkaitan erat dengan kognisi atau pengetahuan, maka pengalaman individu akan memegang kiprah penting dalam proses penafsiran obyek. Secara simultan, persepsi akan meliputi penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran stimulus, yang pada akirnya mensugesti sikap dan pembentukan sikap seseorang. Adanya potensi ketidakseimbangan antara cakupan persepsi tersebut, maka tidak mengherankan apabila sering muncul kesalahan seseorang dalam mempersepsikan obyek tertentu. Individu cenderung menginterpretasikan obyek sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson Ivancevich Donnelly, 1895: 58-61).
Persepsi demikian penting dan mempunyai relevansi fundamental dalam kaitannya dengan sikap organisasi, sebagaimana organisasi pemerintah daerah. Namun demikian yang pertama perlu difahami ihwal persepsi adalah, bahwa persepsi mustahil sanggup bangun sendiri tanpa adanya keterjalinan dengan komunikasi. Dengan demikian antara persepsi dan komunikasi terjalin suatu interdependensi yang kuat. Agar lebih terperinci perlu dikemukakan terlebih dahulu makna persepsi dan komunikasi sebagai berikut:
Persepsi yakni proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi ihwal lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Komunikasi yakni suatu proses penyampaian dan penerimaan informasi atau informasi dari seseorang ke orang lain.
Persepsi pada dasarnya terbentuk alasannya yakni adanya kerja sama antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan proses pemahaman didalam sistem nilai, tujuan, kepercayaan dan penilaian atas hasil yang dicapai. Sedangkan faktor eksternal berarti lingkungan yang mempengaruhi. Kolaborasi antara faktor internal dan eksternal yang pada gilirannya melahirkan persepsi, hanya sanggup mungkin berlangsung dalam suatu proses yang dinamakan komunikasi. Demikian pula sebaliknya, suatu komunikasi hanya mungkin berlangsung menurut suatu persepsi dari orang-orang yang terlibat (Miftah Thoha, 1983: 145)
Berdasarkan pemahaman tersebut ternyatalah bahwa persepsi bergotong-royong merupakan suatu kegiatan interpretatif terhadap situasi sehingga tidak sanggup dikatakan sebagai kebenaran atas situasi. Sebagai suatu proses yang sangat kompleks, persepsi sanggup menghasilkan suatu kesimpulan atas suatu realitas yang kemungkinan sangat berbeda dengan realitas yang sesungguhnya. Meskipun persepsi sangat tergantung pada penginderaan sebagaimana dipahami dalam batasan persepsi, namun persepsi tidak sama dengan penginderaan. Proses persepsi lebih luas dan rumit dibanding penginderaan, alasannya yakni persepsi secara kognitif sanggup melaksanakan acara seleksi, penyusunan, penyederhanaan, pengubahan dan penafsiran terhadap data. Atau dengan kata lain melalui proses persepsi, maka proses penginderaan sanggup dimanipulasi dalam bentuk penambahan-penambahan ataupun pengurangan-pengurangan (Miftah Thoha, 2004: 159).
Pada sisi lain, persepsi juga berkaitan eksklusif dengan motivasi. Persepsi yang merupakan suatu kesadaran kognitif, merupakan penilaian umpan balik dari kenyataan lingkungan yang dialaminya dan rangsangan yang diterima. Setelah persepsi terjadi, maka reaksi selanjutnya yakni motivasi untuk betingkah laris (Cushway, 1993). Motivasi menguraikan cara individu berperilaku sebagai reaksi dari adanya persepsi, dengan terlebih dahulu melibatkan tahapan perundingan (Shortell, 1988). Kemampuan pemimpin dalam menunjukkan motivasi kepada bawahan secara efektif, sangat memerlukan komunikasi yang baik. Pimpinan harus mempunyai kemampuan untuk menjalankan kerjasama dan menyesuaikan antara kebutuhan staf dan kiprah organisasi. Berbagai teori dikemukakan para mahir ihwal cara melaksanakan motivasi (Burges, 1988). Dalam permasalahan organisaasi, sikap ini sangat dipengaruhi oleh tujuan, visi, misi, panutan, tanggung jawab, batas waktu, dan komunikasi. Selain itu, sikap akan dipermudah oleh sumber daya yang dimiliki, baik alat, dana, informasi, personil, waktu, dan kewenangan (Cushway, 1993).





 BERSAMBUNG





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Tugas Pemerintah Dalam Implementasi Kebijakan Publik"

Post a Comment