Contoh Makalah Etika

Lengkap ada 38 Lembar


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Umum
Perkembangan dunia internet pada dikala ini telah mencapai suatu tahap yang begitu cepat, sehingga tidak mengherankan apabila di setiap sudut kota banyak ditemukan termpat-tempat internet yang menyajikan banyak sekali jasa pelayanan internet. Awalnya internet hanya digunakan secara terbatas di dan antar-laboratorium penelitian teknologi di beberapa institusi pendidikan dan forum penelitian saja, yang terlibat eksklusif dalam proyek DARPA (Defence Advanced Research Projects Agency).
Internet telah menyebar luas ke seluruh dunia, mulai dari  pemerintah, sekolah, perguruan tinggi, sektor ekonomi, bidang kesehatan dsb. Sehingga keberadaan internet pada masa  sekarang telah banyak memberikan  memanfaat yang signifikan sebab memperlihatkan kemudahan-kemudahan dalam mengaksesnya. Pengaksesan informasi,tukar-menukar data,proses transaksi secara online semuanya hampir bisa dilakukan melalui internet.
Pada dasarnya semua aktivitas di dunia internet sangat bergantung kepada pengguna dan penyedia layanan internet itu sendiri. Di sisi penyedia layanan berusaha untuk memperlihatkan sebuah servis untuk bagaimana bisa digunakan oleh para pengguna internet. Di sisi user atau pengguna mereka berusaha untuk memanfaatkan beberapa servis yang diberikan oleh penyedia untuk memudahkan pekerjaan mereka tentunya yang bekerjasama dengan informasi, data maupun transaksi.
Indonesia telah memasuki sebuah tahapan gres dalam dunia info dan komunikasi dalam hal ini yakni internet. Indonesia merupakan salah satu  negara berkembang di dunia yang telah memulai babakan gres dalam tata cara pengaturan beberapa sistem komunikasi melalui media internet yakni menyerupai informasi, pertukaran data, transaksi online dsb. Hal itu di lakukan oleh Indonesia melalui pemerintah yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menciptakan sebuah draft atau aturan dalam bidang komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret telah disahkan menjadi UU oleh DPR. Dalam kenyataannya UU tersebut tinggal menunggu waktu untuk sanggup diberlakukan. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan aturan yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan aturan yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.  Hal tersebut yakni sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan info secara online yang meliputi beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi.
Berdasarkan hal di atas, untuk menuntaskan permasalahan yang ada maka penulis mencari info ihwal UU ITE melalui Internet. Hasil dari informasi tersebut akan dijelaskan dalam bab-bab selanjutnya. Informasi UU ITE yang dihasilkan akan diberi judul

“ UNDANG-UNDANG INFORMASI TEKNOLOGI ELEKTRONIK ”

1.2        Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan Makalah ini adalah :
a.       Agar sanggup Mengetahui apa saja isi dari UU ITE.
b.      Agar mengurangi kejahatan di bidang ITE.
c.       Agar mengetahui manfaat apa sajakah yang di sanggup dari ITE
Tujuan dari penulisan Makalah ini yakni syarat untuk tugas pengganti uas, dan termasuk untuk mendapat nilai uas di semester genap 2012 program Diploma Tiga (D.III), Jurusan Manajemen Informatika di Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI).

1.3        Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dengan menitik beratkan pada UU ITE. Yaitu legalisasi info dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti aturan yang sah, legalisasi atas tanda tangan elektronik, penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan system elektronik, hak kekayaan intelektual dan santunan hak pribadi, perbuatan yang dihentikan serta ketentuan pidananya.

1.4        Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis menyajikan laporan menjadi beberapa bab. Setiap penggalan bagian memperlihatkan klarifikasi atau yang nantinya masing-masing sanggup menjelaskan laporan secara menyeluruh. Adapun sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah:
BAB I       PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan ihwal latar belakang yang mendasari penulisan laporan, maksud dan tujuan penulisan laporan, ruang lingkup penulisan laporan, dan sistematika penulisan mengenai UU ITE.
BAB II      RANCANGAN UNDANG-UNDANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pada penggalan ini berisikan landasan teori ihwal Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik ( UU ITE ) beserta dengan isinya.
BAB III    PENUTUP
Bab ini berisikan ihwal kesimpulan dari hasil penulisan makalah. Dan penulis mencoba membarikan saran atau masukan yang berkhasiat bagi Pemerintah ihwal UU ITE dikemudian hari.




BAB II
UNDANG – UNDANG ITE
2.1        Latar Belakang
Indonesia telah memasuki sebuah tahapan gres dalam dunia info dan komunikasi dalam hal ini yakni internet. Indonesia merupakan salah satu  negara berkembang di dunia yang telah memulai babakan gres dalam tata cara pengaturan beberapa sistem komunikasi melalui media internet yakni menyerupai informasi,pertukaran data,transaksi online dsb. Hal itu di lakukan oleh Indonesia melalui pemerintah yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menciptakan sebuah draft atau aturan dalam bidang komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret telah disahkan menjadi UU oleh DPR. Dalam kenyataannya UU tersebut tinggal menunggu waktu untuk sanggup diberlakukan. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan aturan yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan aturan yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.  Hal tersebut yakni sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan info secara online yang meliputi beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi.

2.2        Makna dibalik Definisi Informasi Elektronik
Pasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut kutipannya : ”Informasi Elektronik yakni satu atau sekumpulan data elektronik , termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang mempunyai arti atau sanggup dipahami oleh orang yang bisa memahaminya.”
Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna diantaranya  :
1.      Informasi Elektronik yakni satu atau sekumpulan data elektronik.
2.       Informasi Elektronik mempunyai wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.
3.      Informasi Elektronik mempunyai arti atau sanggup dipahami.
Jadi, info elektronik yakni data elektronik yang mempunyai wujud dan arti. Mengapa info elektronik tidak didefinisikan saja sebagai satu atau sekumpulan data elektronik? Mengapa perlu pula dinyatakan wujudnya dan mempunyai arti? Informasi Elektronik yang tersimpan di dalam media penyimpanan bersifat tersembunyi. Informasi Elektronik sanggup dikenali dan dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari Informasi Elektronik.
Sebagai contoh, si A mengaku kepada si B bahwa ia mempunyai info elektronik tersimpan di harddisk. Bagaimana si B percaya bahwa si A mempunyai info elektronik yang dimaksud? si A harus bisa memperlihatkan keberadaan info elektronik itu. Caranya? Informasi Elektronik itu harus sanggup diakses dan ditampilkan contohnya ke monitor komputer. Informasi Elektronik yang tampil di monitor komputer tentu mempunyai wujud, misalkan berwujud tulisan. Dengan demikian, si B percaya dengan keberadaan info elektronik yang dimaksud oleh si A dengan melihat wujud dari info elektronik yang tampil di monitor komputer.Lalu, si B mencoba untuk mengenali info elektronik dengan mencoba memahami arti dari Informasi Elektronik yang dimaksudkan oleh si A? Untuk itu, si A harus menjelaskan arti dari info elektronik yang dimaksudkan kepada si B. Bagaimana kalau si A tidak sanggup memperlihatkan info elektronik yang dimaksud dan tidak bisa menjelaskan artinya? si B tidak mempercayai info elektronik yang dimaksudkan oleh si A.
2.3        Informasi dan / atau Dokumen Elektronik bukan Bukti Tertulis.
Pasal 5 UU ITE .
1.      Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti aturan yang sah.
2.      Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ekspansi dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3.      Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
4.      Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang berdasarkan Undang-Undang harus dibentuk dalam bentuk tertulis; dan b) surat beserta dokumennya yang berdasarkan Undang-Undang harus dibentuk dalam bentuk sertifikat notaril atau sertifikat yang dibentuk oleh pejabat pembuat akta.
Berdasarkan Pasal 5 UU ITE , bisa ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang gres dan sah.
2.      Informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis menyerupai pasal 1866 KUHPerdata. Hal ini telah ditegaskan pada Pasal 5 ayat 4 penggalan a.
3.      Informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
4.      Hasil cetak info elektronik dan/atau dokumen elektronik juga sah apabila berasal dari sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
Dari hal di atas perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum, praktisi hukum, akademisi bidang aturan ihwal ”Apakah info elektronik sanggup dikategorikan sebagai sertifikat otentik atau goresan pena di bawah tangan?” menjadi tidak sempurna untuk diperdebatkan, sebab sertifikat otentik dan goresan pena di bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan Informasi dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Pada banyak sekali diskusi lewat internet memperlihatkan pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat menyampaikan bahwa hasil cetak yang dimaksudkan pasal 5 ayat 1 UU ITE merupakan bukti tertulis. Hasil cetak merupakan perwujudan/penampakan dari info dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara elektronik contohnya tersimpan di harddisk. Informasi yang tersimpan secara elektronik harus sanggup dibuktikan keberadaannya dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau dicetak lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian, info elektronik itu sanggup dilihat dengan kasat mata dan diketahui keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik dalam wujud tertulis.
2.4        Keadaan memaksa dalam Pasal 15 ayat 3 UU ITE
Pasal 15 ayat 3 terkait dengan Pasal 15 ayat 2 . Berikut ini isi ayat2 dan ayat 3 :
ayat 2 : ”Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
     Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
   ayat 3 : ”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal
     dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
     pihak pengguna Sistem Elektronik”
Dari Pasal 15 ayat 2 dan ayat 3 memperlihatkan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya kecuali terjadi keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Keadaan memaksa yang manakah dimaksud dalam Pasal 15 ayat 3? Keadaan memaksa yang dialami oleh pengguna Sistem Elektronik. Berikut ini satu dongeng singkat untuk memperjelas keadaan memaksa yang dimaksud.
Si A sebagai pemilik kartu ATM dari Bank X. Suatu hari, si A ke Bank X untuk mengambil sejumlah uang tunai menggunakan kartu ATM yang dimilikinya. Saat berada di dalam bilik ATM, si A berada di bawah ancaman seseorang.
Dalam keadaan memaksa, si A mentransfer sejumlah uang dari rekening yang dimilikinya ke rekening yang ditunjuk oleh si pengancam. Dari dongeng ini, Bank X sebagai penyelenggara Sistem Elektronik tidak sanggup dipersalahkan dan tidak bertanggungjawab atas transfer uang yang terjadi.
2.5        Kejahatan dengan Virus Komputer
Virus komputer dibentuk oleh insan dan disebarkan/diproduksi oleh mesin komputer. Bila abdnegara penegak aturan bisa untuk menangkap si pembuat virus dan mengambarkan kejahatannya, maka pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan pasal 36 (mengakibatkan kerugian) sanggup digunakan untuk menjerat si pembuat virus. Tentunya, Hakim dalam menetapkan masalah perlu mempertimbangkan tingkat gangguan/akibat yang timbul dari jenis virus yang disebarkan. Virus sanggup diklasifikasikan yaitu :
a.       Tidak Berbahaya
Virus ini mengakibatkan berkurangnya ruang disk untuk menyimpan data sebagai akibat dari perkembangbiakannya.
b.      Agak Berbahaya
Virus ini mengakibatkan ruang disk penuh dan mengurangi fungsi lainnya seperti kecepatan proses.

c.       Berbahaya
Virus ini sanggup menimbulkan kerusakan atau gangguan yang parah termasuk kerusakan data dan sistem elektronik yang diselenggarakan.
Meskipun seseorang bukan sebagai pembuat virus, tetapi ia sanggup memanfaatkan virus komputer untuk merusak info elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain. Jika memang ada unsur kesengajaan untuk melaksanakan kejahatan menyerupai pada motif ini, maka terhadap si pelaku sanggup dijerat dengan pasal 32 ayat 1, Pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Pada masalah lain, seseorang contohnya si A tanpa sengaja / tidak mengetahui contohnya isi flash disk yang dimilikinya mengandung virus (sudah dicek dengan agenda antivirus), kemudian menggunakan flash disk itu di komputer milik si B dan atas seizin si B kemudian terjadi pengrusakan data oleh virus maka si A tidak sanggup dijerat dengan pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Jadi, meskipun virus diproduksi oleh mesin komputer, tetapi ada orang di balik penyebaran virus komputer, bisa sebagai pembuat virus atau penyebar virus dengan sengaja untuk merugikan orang lain. Mesin komputer yang memproduksi virus komputer hanya sebagai alat bantu untuk melaksanakan pembuatan dan/atau penyebaran virus, bukan pelaku kejahatan.
2.6        Keamanan ITE vs Kejahatan ITE
Keamanan ITE telah disinggung pada beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.
Pasal 12 ayat 1
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

Pasal 15 ayat 1
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara hebat dan kondusif serta bertanggung jawab terhada beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
Dari kedua pasal itu, terang UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem elektronik yang diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan elektronik berlangsung dengan aman.Kenyataan, masih banyak transaksi elektronik yang berlangsung tidak menggunakan sistem elektronik yang aman.
Oleh sebab itu, ketika dalam suatu masalah di pengadilan yang terkait pelanggaran berupa pengrusakan info dan/atau dokumen elektronik serta sistem elektronik menyerupai tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35, maka Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu:
1.      Perbuatan si pelaku kejahatan yang menimbulkan kerugian.
2.      Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.
Hakim dalam menciptakan Putusan Pidana sanggup mengenakan denda dan/atau eksekusi penjara kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan ketika perbuatan dari si pelaku kejahatan berlangsung pada sistem elektronik yang lemah dari segi keamanan. Oleh sebab itu, UU ITE mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja yang melaksanakan transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan minimun keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan menyerupai termuat dalam Pasal 16 yakni :



Pasal 16 Ayat 1
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap  Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan Perundang Undangan,melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan  Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
Dapat beroperasi sesuai dengan mekanisme atau petunjuk dalam Penyelenggaraa Sistem Elektroniktersebut,Dilengkapi dengan mekanisme atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi.atau simbol yang sanggup dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan   Sistem Elektronik tersebut;
dan Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dankebertanggungjawaban mekanisme atau petunjuk.
2.7        Tidak Semua Tanda Tangan Elektronik Memiliki Kekuatan Hukum dan Akibat Hukum yang Sah.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mempunyai asas diantaranya netral teknologi atau kebebasan menentukan teknologi. Hal ini termasuk menentukan jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu info elektronik dan/atau dokumen elektronik.Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati, dan para pihak yang melaksanakan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah seperti diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE. Tanda Tangan Elektronik mempunyai kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut :
·         Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan ; Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada dikala proses penandatanganan   Elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan,
Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi sehabis waktu    penandatanganan sanggup diketahui,Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan.
Elektronik tersebut sehabis waktu penandatanganan sanggup diketahui , terdapat cara tertentu yang digunakan untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya,danTerdapat cara tertentu untuk memperlihatkan bahwa Penanda Tangan telah memperlihatkan persetujuan terhada Informasi Elektronik yang terkait.
Penulis ingin menyinggung isi Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) ihwal Tanda Tangan Elektronik yang sanggup di-download di situs http://www.cahyana-ahmadjayadi.web.id atau situs lainnya.
Pasal 1 memuat diantaranya : ”Tanda Tangan Elektronik yakni info elektronik yang dilekatkan, mempunyai relasi eksklusif atau terasosiasi pada suatu info elektronik lain yang dibentuk oleh penandatangan untuk memperlihatkan identitas dan statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur kunci publik (tanda tangan digital), biometrik, kriptografi simetrik, termasuk di dalamnya tanda tangan dalam bentuk orisinil yang diubah menjadi data elektronik”.
Yang menjadi pertanyaan penting yakni : Apakah tanda tangan dalam bentuk orisinil yang diubah menjadi data elektronik memiliki kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah?
Jika tanda tangan orisinil serta info yang ditanda tangani di atas kertas diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, maka cara ini tidak mempunyai kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah. Berikut penjelasannya:
Pertama:
Perlu dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk menyatakan persetujuan atas info yang disepakati oleh para pihak yang bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa yang menandatangani.
Kedua:
Ada perbedaan tanda tangan dan info yang ditanda tangani antara di atas kertas dan secara elektronik. Kertas menjadi perekat antara tanda tangan dan info yang ditanda tangani, kalau terjadi perubahan pada tanda tangan atau info yang ditanda tangani maka perubahan itu gampang dikenali contohnya adanya coretan. Secara elektronik, bisa saja seseorang yang berniat jahat mengganti info elektronik yang telah ditanda tangani oleh para pihak dengan info elektronik lain tetapi tanda tangan tidak berubah. Celakanya, pada data elektronik perubahan ini gampang terjadi dan tidak gampang dikenali. Oleh sebab itu, tanda tangan elektronik harus terasosiasi dengan info elektronik yang ditanda tangani menyerupai dimaksudkan pada Pasal 1 UU ITE untuk definisi Tanda Tangan Elektronik.
”Tanda Tangan Elektronik yakni info elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan suatu info elektronik lain yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
Apa yang dimaksud terasosiasi ? Menurut penulis , yang dimaksudkan terasosiasi yakni info elektronik yang ingin ditanda tangani menjadi data pembuatan tanda tangan elektronik. Dengan demikian, antara tanda tangan elektronik dan info elektronik yang ditanda tangani menjadi dekat hubungannya menyerupai fungsi kertas . Keuntungannya yakni kalau terjadi perubahan info elektronik yang sudah ditanda tangani maka tentu tanda tangan elektronik juga seharusnya berubah. Misalkan seseorang berniat jahat melaksanakan perubahan info elektronik yang sudah ditanda tangani dengan info elektronik yang lain tetapi tanda tangan elektronik tidak berubah, maka hal ini gampang diketahui. Caranya? Coba buat tanda tangan elektronik dari info elektronik yang telah berubah dan bandingkan dengan tanda tangan elektronik yang ada, tentu jadinya beda, dan ini memperlihatkan bahwa info elektronik yang ditanda tangani telah mengalami perubahan.
Ketiga:
Jika kita simak pasal 11 ayat 1 penggalan c dan d, mewajibkan adanya metode untuk mengetahui segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi sehabis waktu penandatanganan dan mengetahui segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut sehabis waktu penandatanganan. Perubahan itu sanggup diketahui hanya apabila info elektronik menjadi data pembuatan tanda tangan elektronik.
Keempat:
Bagaimana dengan tanda tangan orisinil serta info yang ditanda tangani di kertas diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, apakah mempunyai kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah? Tentu tidak mempunyai kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah, sebab tanda tangan itu tidak dibentuk berdasarkan info yang disepakati atau dengan kata lain info yang disepakati tidak menjadi data pembuatan tangan tangan, sehingga perubahan tanda tangan elektronik dan/atau info elektronik sehabis waktu penandatanganan tidak sanggup diketahui.

Jadi , tidak semua tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan aturan dan akhir aturan yang sah.
2.8        Kasus Mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE
Selain memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik untuk mendukung info dan transaksi elektronik, UU ITE juga memuat pasal-pasal mengenai Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana. Perbuatan yang Dilarang termuat pada pasal 27 – 37, sedangkan Ketentuan Pidana pada pasal 45 – 52. Pidana sanggup berupa pidana penjara dan / atau denda.
Pada penggalan ini, penulis menampilkan satu teladan masalah yang terkait dengan perbuatan yang dihentikan dalam UU ITE. Dengan teladan ini diperlukan para pembaca sanggup mengambil pelajaran penting dari pasal-pasal terkait Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.
Contoh kasus:
”Si A yakni pemilik rental VCD banyak sekali macam film. Suatu hari, ia mendapatkan
kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD berupa video singkat
yang memuat permainan sex sepasang suami-isteri. Dalam dongeng ini, si suami isteri itu
sengaja menciptakan video tersebut untuk kepentingan pribadi bukan untuk
dipublikasikan, tapi entah bagaimana video itu jatuh ke tangan orang lain (si A).
Kemudian, si A meng-copy video itu ke dalam beberapa VCD, kemudian membuatkan atau
menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya menjual VCD, si A juga mempunyai kegemaran
untuk merekayasa foto-foto artis menjadi tampak dalam pose bugil, malahan si A
memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk menfasilitasi pemuatan video dan
gambar-gambar pornografi baik gambar orisinil atau gambar rekayasa”.
Dari masalah di atas, perbuatan si A sanggup dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai berikut:
Pertama:
Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan info elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan. Untuk itu Pasal
27 ayat 1 akan menjerat si A.
Pasal
 27 ayat 1 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau menciptakan sanggup diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan yang melanggar kesusilaan”.

Kedua:
Perbuatan si A melaksanakan manipulasi terhadap info elektronik berupa foto artis untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini yakni mencemarkan nama baik artis dan menciptakan foto hasil rekayasa seperti otentik/asli.
Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A.
Pasal 27 ayat 3 :
 ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau menciptakan sanggup diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.


Pasal 35 :
 ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan aturan melaksanakan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan biar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seperti data yang otentik”.

Ketiga:
Perbuatan si A menimbulkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri
 




 BERSAMBUNG

 FILE TERSUSUN RAPI FORMAT DOCX (bisa di edit)
     silahkan sms langsung, file akan dikirim via email







 TERIMAKASIH .............SEMOGA BERMANFAAT

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Makalah Etika"

Post a Comment