Contoh Filsafat Pendidikan

( 12 lembar )





A. Konsep Kepemimpinan

Dalam sebuah organisasi, baik yang dibentuk secara formal maupun informal membutuhkan sebuah kepemimpian untuk dapat mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Jika digambarkan dalam sebuah lingkaran, dimana terdapat 4 aspek yang yaitu kepemimpinan, administrasi, manajemen, dan organisasi, maka letak aspek kepemimpinan adalah berada di posisi paling tengah, seperti yang tergambar sebagai berikut :



 ( gambar )

Dari gambar diatas terlihat bahwa aspek kepemimpinan merupakan inti  dari  organisasi  yang  memegang  peranan  sangat  penting,  karena pemimpin adalah orang utama yang menentukan hitam putihnya organisasi yang dibawahinya. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Menurut George Terry, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi  orang  lain  agar  mau  bekerja  dengan  suka  rela  untuk mencapai  tujuan  kelompok,  Sedangkan  Cyriel  O'Donnell  mendefinisikan

kepemimpinan sebagai usaha untuk mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. Berdasarkan dua pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam kepemimpinan terdiri atas unsur sebagai berikut :
1.      Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu.

2.      Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan.

3.      Untuk mencapai tujuan manajer.

4.      Untuk memperoleh manfaat bersama.

Sehingga  jika  dilihat  pada  konteks  kepemimpinan  hal  yang  saling  terkait adalah  adanya  unsur kader  penggerak,  adanya  peserta  yang  digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota.
Kepemimpinan dapat dipandang sebagai 2 hal yaitu sebagai sebuah proses dan sebuah seni. Kepemimpian sebagai sebuah proses menurut J. Robert Clinton adalah sebagai berikut Kepemimpinan adalah “suatu proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk menunaikan suatu misi, tugas, atau tujuan dan mengarahkan organisasi yang membuatnya lebih kohesif dan koheren." Mereka yang memegang jabatan sebagai pemimpin menerapkan seluruh atribut kepemimpinannya (keyakinan, nilai-nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan ketrampilan). Jadi seorang pemimpin  berbeda  dari  majikan,  dan  berbeda  dari  manajer.  Seorang pemimpin menjadikan orang-orang ingin mencapai tujuan dan sasaran yang tinggi, sedangkan seorang majikan menyuruh orang-orang untuk menunaikan suatu tugas atau mencapai tujuan. Seorang pemimpin melakukan hal-hal yang benar, sedangkan seorang manajer melakukan hal-hal dengan benar (Leaders do right things, managers do everything right). Kepemimpinan sebagai sebuah seni adalah "seni membuat peta keinginan tentang masa depan organisasi, dan kemampuan menerjemahkan peta tersebut menjadi suatu kerangka keinginan yang nyata, serta kekuatan atau kuasa menggunakan  segala sumber  untuk  melaksanakan  peta  tersebut  menjadi produk yang berdaya-guna.

Ada 4 tipologi gaya kepemimpinan yang digunakan seorang pemimpin dalam memimpin organisasi. Menurut Blake – Mouton, ada pemimpin yang berorientasi pada pekerjaan (task oriented) dan ada juga pemimpin yang berorientasi pada kekompakan (human oriented). Dari 2 orientasi tersebut
berkembang 4 tipe gaya kepemimpinan seperti digambarkan berikut :




 ( gambar )




Seorang pemimpin yang baik, seharusnya  tidak hanya  berorientasi pada pekerjaan semata dengan mengabaikan aspek manusiawi dalam hal ini disebutkan diatas adalah kekompakan. Tidak juga kebalikannya hanya berorientasi pada hubungan kemanusiaan tapi mengabaikan pekerjaan dan tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah manakala ia dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dengan hubungan kemanusiaan dengan bawahan seperti yang terdapat pada kotak A4 diatas. Kemudian Reddin melakukan pengembangan lanjut atas tipologi gaya kepemimpinan ini, dan

menemukan tipe pemimpin sebagai berikut : deserter, missionary, compromiser, bureaucrat, benevolent autocrat, developer, dan executive. Sementara Bradford dan Cohen membagi tipe pemimpin menjadi : technician, conductor, dan developer. Tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Leavitt membagi tipe pemimpin menjadi : pathfinders, problem solvers, dan implementers.
Ada beberapa persyaratan yang ideal bagi seornag pemimpin. George R. Terry menggambarkan seorang pemimpin harus memiliki ciri sebagai berikut :
1.  Mental dan fisik yang energik

2.  Emosi yang stabil

3.  Pengetahuan human relation yang baik

4.  Motivasi personal yang baik

5.  Cakap berkomunikasi

6.  Cakap untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan bawahan

7.  Ahli dalam bidang sosial

8.  Berpengetahuan luas dalam hal teknikal dan manajerial



Sedangkan  Horold  Koontz  dan  Cyrel  O'Donnel  mengemukakan  ciri-ciri pemimpin yang baik adalah :
a.  Tingkat kecerdasan yang tinggi

b.  Perhatian terhadap keseluruhan kepentingan c.  Cakap berbicara
d.  Matang dalam emosi dan pikiran e.  Motivasi yang kuat
f.   Penghayatan terhadap kerja sama


Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dari kekuasaan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap memimpin, tingkah laku dan sifat kegiatan pemimpin yang dikembangkan dalam lembaga pendidikannya akan mempengaruhi situasi kerja, semangat kerja anggota -

anggota staf, sifat hubungan kemanusiaan diantara sesamanya, dan akan mempengaruhi kualitas hasil kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga pendidikan tersebut.

B. Konsep Budaya Organisasi

Dalam memahami berjalannya sebuah organisasi, penting bagi kita untuk  mengetahui  budaya  apakah  yang  dianut  dan  dikembangkan  oleh orang-orang  di  dalam  organisasi  tersebut.  Secara  umum,  Edgar  Schein (2002) dalam tulisannya  tentang Organizational Culture & Leadership mendefinisikan budaya  sebagai  berikut  :   A  pattern  of  shared  basic assumptions that the group learned as  it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way  you  perceive,  think,  and  feel  in  relation  to  those  problems.  (dalam Akhmad Sudrajat)
Dari  pengertian  tersebut,  terdapat  kata  kunci  yaitu  shared  basic assumptions atau menganggap pasti terhadap sesuatu. Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa asumsi meliputi beliefs (keyakinan) dan value (nilai). Beliefs  merupakan  asumsi  dasar  tentang  dunia  dan  bagaimana  dunia berjalan.  Duverger mengemukakan  bahwa  belief   (keyakinan) merupakan state  of  mind  (lukisan  fikiran)  yang  terlepas  dari  ekspresi  material  yang diperoleh suatu komunitas. Value (nilai) merupakan suatu ukuran normatif yang    mempengaruhi    manusia    untuk    melaksanakan    tindakan    yang dihayatinya.
Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam.  Namun menerima  dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadi basic. Menurut  Sathe  dalam  Taliziduhu  Ndraha  (1997)   bahwa  shared  basic

assumptions meliputi : (1) shared things; (2) shared saying, (3) shared doing;

dan (4) shared feelings.

Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Mc Namara (2002) mengemukakan  bahwa dilihat dari sisi input, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back) dari  masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi,  image, produk dan sebagainya.
Dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanannya terhadap perubahan, John P. Kotter dan James L. Heskett (1998) memilah budaya organisasi menjadi ke dalam dua tingkatan yang berbeda.   Dikemukakannya, bahwa pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting dalam kehidupan, dan dapat  sangat bervariasi dalam perusahaan yang berbeda : dalam beberapa hal orang sangat mempedulikan uang, dalam hal lain orang sangat mempedulikan inovasi  atau  kesejahteraan  karyawan.  Pada  tingkatan  ini  budaya  sangat sukar berubah,  sebagian karena anggota kelompok sering tidak sadar akan banyaknya nilai yang mengikat mereka bersama. Pada tingkat yang terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi, sehingga karyawan-karyawan baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.
Gaya  dan  nilai  dari  suatu  budaya  yang  cenderung  tidak  banyak berubah dan akar-akarnya sudah mendalam, walaupun terjadi penggantian manajer. Dalam organisasi dengan budaya yang kuat, karyawan cenderung berbaris mengikuti penabuh genderang yang sama. Nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja, rasa komitmen dan loyalitas membuat orang berusaha lebih keras lagi. Dalam

budaya yang kuat memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan, tanpa harus bersandar pada birokrasi  formal yang mencekik  yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.









 BERSAMBUNG







Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Contoh Filsafat Pendidikan"

Post a Comment