Contoh Birokrasi Kepegawaian Kawasan ( Kabupaten Subang )

( 14 halaman )





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Perilaku Birokrasi
1.    Pengertian Perilaku
Banyak mahir yang menunjukkan batasan mengenai perilaku. namun demikian, sikap insan intinya terbentuk sehabis melewati keseluruhan dari aktivitas. Pendapat yang dikemukakan oleh Hersey dalam bukunya yang berjudul Perilaku Organisasi(1996:15), sebagai berikut:
“Perilaku intinya berorientasi pada tujuan. Artinya, sikap orang pada umumnya dimotivasi oleh harapan untuk meraih tujuan-tujuan tertentu, tetapi tujuan tersebut tidak selamanya diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan. Dorongan yang memotivasi rujukan sikap individu yang nyata dalam kadar tertentu berada pada alam sadar mereka”.

Pendapat lain dari Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi(1997:33), sebagai berikut :
“Perilaku yaitu operasionalisasi dan Aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi, atau, organisasi), sementara sikap yaitu operasionalisasi dan aktualisasi pendirian”.

Dalam bukunya yang berjudul Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia (1989:70), Ndraha mengemukakan pendapatnya wacana sikap birokrasi sebagai berikut:
“Perilaku birokrasi merupakan interaksi antara individu dalam organisasi lingkungannya, alasannya yaitu sikap birokrasi ditentukan oleh fungsi individu dalam lingkungan organisasi. Struktur organisasi pemerintah diwarnai oleh karakteristik, kapabilitas dan kapasitas individu atau abdnegara selaku abdi Negara atau pemerintah dan pelayan masyarakat yang secara hierarki sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya.

Satuan utama sikap yaitu aktivitas, artinya semua sikap merupakan serangkaian aktivitas. Hal ini menyerupai yang dikemukakan Ndraha dalam bukunya yang berjudul Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia (1989:63), sebagai berikut : “Perilaku yang rasional disebut aktivitas, dan acara mempengaruhi, baik produktivitas maupun kualitas hidup insan yang bersangkutan”. Aktivitas pegawai inilah yang menjadi kajian sikap birokrasi dalam penelitian ini.
Menurut Davis, dalam bukunya yang sama Perilaku Organisasi(1996:5) “perilaku organisasi yaitu telaah dan penerapan wacana bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi”. Perilaku organisasi yaitu sarana insan bagi laba manusia. Perilaku organisasi sanggup diterapkan secara luas dalam sikap orang-orang disemua jenis organisasi, menyerupai bisnis, pemerintahan, kemasyarakatan, sekolah dan organisai jasa lainnya. Apapun organisasi itu, ada kebutuhan untuk memenuhi sikap manusia, hasilnya sikap insan dalam organisasi agaknya tidak sanggup diduga alasannya yaitu timbul dari kebutuhan dan sistem nilai yang terkandung dalam diri manusia.
Lebih lanjut, Ndraha dalam bukunya yang bejudul Budaya Organisasi(1997:34), sebagai berikut:
“Studi wacana sikap organisasi bermaksud mengidentifikasi cara pembentukan sikap berorganisasi (organization behavior), yaitu sikap yang berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan dan kewenangan dan tanggung jawab, baik pribadi maupun kelompok”.

Dengan demikian, pada prinsipnya sikap insan tampak dalam banyak sekali dimensi. Jika aktivitasnya secara individu maka sikap yang diperagakan yaitu sikap individu. Sebaliknya, kalau seseorang tampil dan berada dalam kelompok maka sikap yang diperagakan yaitu sikap kelompok. Jika seseorang hidup dalam lingkungan sosial kemasyarakatan, maka sikap yang diperagakan yaitu sikap sosial. Jika seseorang yaitu anggota organisasi, maka sikap yang diperagakan yaitu sikap organisasi. Perilaku yaitu fase peragaan terakhir atau akhir dari suatu siklus acara pemenuhan kebutuhan, kepentingan, motivasi dan sikap tertentu.

2.       Pengertian Birokrasi
Berdasarkan etimologinya, kata birokrasi berasal dari kata bureau yang berarti kantor atau meja, krasi yang berasal dari kata kratia yang berarti pemerintahan. Dengan demikian, berdasarkan kartasapoetra dalam bukunya yang berjudul Debirokrasi dan Deregulasi (1989:2), sebagai berikut:
“Birokrasi yaitu pelaksanaan perintah pemerintah secara organisatoris yang harus dilaksanakan sedemikian rupa dan secara sepenuhnya pada pelaksanaan pemerintah melalui instansi-instansi atau kantor-kantor”.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, menyerupai yang dikutip oleh Sujamto, dalam bukunya yangberjudul Otonomi, Birokrasi, Partisipasi (1991:16), birokrasi diberi arti sebagai:
“1. Sistem Pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintahan dikarenakan telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan;
2. Cara bekerja atau susunan pekerjaaan yang serba lamban, serta berdasarkan tata hukum (adat dan sebagainya) yang liku-likunya dan sebagainya.”

Sementara Lance Castles Dalam bukunya yang berjudul Birokrasi Pemerintahan Orde Baru (1993:20), mengemukakan uraian wacana birokrasi sebagai berikut: “Birokrasi saya maksudkan sebagai orang-orang bergaji yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Tentu saja di dalamnya termasuk para pejabat tentara dan birokrasi militer”.
Dalam pengertian netral, birokrasi berdasarkan Santoso Dalam bukunya yang berjudul Birokrasi Pemerintahan Orde Baru (1993:14), sebagai berikut:
“keseluruhan pejabat-pejabat negara di bawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif, atau birokrasi juga bisa diartikan sebagai setiap organisasi yang berskala besar (every big organization is bureaucracy)”.

Sedangkan La Palombara dalam bukunya yang berjudul Profil Budaya Politik Indonesia(1991:229), menunjukkan arti birokrasi dalam pengertian birokrat sebagai berikut:
“Birokrat yang paling penting bagi kita yaitu mereka yang umumnya melakukan kiprah manajerial, yang memerintah baik di badan-badan sentral maupun di bidang masing-masing, dideskripsikan dalam bahasa manajemen Negara sebagai manajemen tingkat menengah atau atas”.

Birokrasi dalam banyak sekali literatur ilmu, sering dipergunakan dalam beberapa pengertian. Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pengertian yang sering terkandung dalam istilah birokrasi. Menurut Benveniste dalam bukunya yang berjudul bureaucracy (1997:4), sebagai berikut:
“(1) Organisasi rasional (rational organization), (2) Ketidakefesienan organisasi (organizational ineffciency), (3) pemerintahan oleh pejabat negara (rule by official), (4) Administrasi negara (public administration), (5) Administrasi oleh pejabat (administration of official), (6) Bentuk organisasi dengan ciri dan kualitas tertentu menyerupai hierarki serta peraturan-peraturan dan (7) Salah satu ciri masyarakat modern yang mutlak (en essential quality of modern sciety)”.

Birokrasi sebagai suatu bentuk organisasi dengan ciri-ciri yang khusus, menjadi pusat perhatian para mahir banyak sekali disiplin ilmu sosial alasannya yaitu jasa Max Weber. Dalam karyanya ”The Theory of Economic and Social Organization”, Weber mengemukakan konsepnya wacana ‘the ideal type of bureaucracy’ dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern. Hal ini lebih lanjut dirangkum oleh Benveniste dalam empat ciri utama dalam bukunya Bureaucracy(1997:4), yaitu:
1)      Adanya suatu struktur hierarki yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi (a hierarchical structure involving delegations of authority from the top to yhe bttom of an organization);
2)      Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memilki kiprah dan tanggung jawab yang tegas (a series of official positions or offices, each having prescribed duties and responsibilities);
3)      Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi dan standar-standar formal yang mengatur bekerjanya organisasi-organisasi dan tingkah laris para anggotanya (formal rules, regelations and standars governingoperations of organization and behavior of its members):
4)       Adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang diperkerjakan atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan kualifikasi dan penampilan (technically qualified personel employed on a career basis, with promotion based on qualificatuions and performance).


3.      Perilaku Birokrasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.
Menurut Thoha dalam bukunya yang berjudul Birokrasi Indonesia Dalam Era Globalisasi (1995:138), sikap birokrasi adalah: “pada hakekatnya merupakan hasil interaksi birokrasi sebagai kumpulan individu dengan lingkungannya”. Perilaku birokrasi yang menyimpang lebih sempurna dipandang sebagai “patologi birokrasi” atau tanda-tanda penyimpangan birokrasi (dysfunction of bureaucracy). Kesulitan yang timbul bahwa secara teoritis tidaklah gampang membedakan dan menetapkan batas antara “perilaku” yang telah membudaya dengan sikap menyimpang yang berulang-ulang atau berlangsung dalam waktu cukup lama.
Memang terdapat beberapa kekurangan/penyimpangan yang terjadi dalam birokrasi kita. Hal inilah yang menyebabkan gambaran birokrasi di mata masyarakat manjadi kurang baik. Siagian dalam bukunya yang berjudul Patologi Birokrasi(1994:98), sebagai berikut:
“Ada beberapa prinsip sikap birokrasi yang bisa memperbaiki gambaran birokrasi di mata masyarakat:
1.      Kesopanan: suatu sikap yang berorientasi bukan pada kekuasaan atau rasa superior, tetapi bertindak sebagai abdi negara.
2.      Keadilan: suatu sikap yang tidak membeda-bedakan siapa yang sedang dihadapi.
3.      Kepedulian: sikap yang menampakan bahwa abdnegara peduli apa yang sedang diperlukan masyarakat yang akan datang.
4.      Kedisiplianan: sikap yang sesuai dengan peraturan yang dijalankan dengan tegas dan ketat.
5.      Kepekaan: sikap yang peka terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
6.      Tanggung jawab: sikap yang berkaitan dekat dalam melakukan kiprah sebagai implementasi dari pengabdian”.

Dalam kaitanya dengan fenomena sikap birokrasi maka kedudukan, kiprah dan fungsinya tidak sanggup dipisahkan dari individu selaku abdnegara (pegawai) yang memiliki persepsi, nilai, motivasi dan pengetahuan dalam rangka melakukan fungsi, kiprah dan tangung jawab sosial. Perilaku insan dalam organsasi sangat memilih pencapaian hasil yang maksimal dalam rangka unutk mencapai tujuan organisasi.
Dalam bukunya yang berjudul Perspektif Perilaku Birokrasi(1995:29), Thoha menjelaskan bahwa: “perilaku insan yaitu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkunganya”. Perilaku seorang individu terbentuk melalui proses interaksi antara individu itu sendiri dengan lingkungannya. Setiap individu memiliki karakteristik tersendiri, dan karakteristik tersebut akan dibawanya saat ia memasuki lingkungan tertentu. Karakteristik ini berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, kebutuhan, pengalaman dan sebagainya. Demikian pula halnya dengan organisasi sebagai lingkungan bagi individu memiliki karakteristik tertentu, yaitu keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hierarki, pekerjaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem imbalan dan sistem pengendalian. Jika karakteristik individu (aparat) dan karakteristik organisasi (birokrasi) berinteraksi, maka terbentuklah sikap individu (aparat) dalam organisasi (birokrasi).

4.    Perilaku Birokrasi di Indonesia
Perilaku birokrasi di Indonesia berkaitan dengan praktek birokrasi yang dibangun dari proses kesejarahan yang amat panjang, dari warisan kerajaan-kerajaan yang ada hingga pada lamanya masa kolonialisme. Seperti yang diungkapkan Santoso dalam bukunya yang berjudul Birokrasi Pemerintah Orde Baru Perspektif Kultural dan Struktural(1997:143), sebagai berikut:
“Bahwa sosok birokrasi di Indonesia masih menampilkan corak patrimonial, yaitu merupakan benang sejarah yang perlu diperhatikan dengan seksama. Model birokrasi kerajaan dan warisan model kolonial cenderung persistent hingga kini ini, menyerupai word view birokrat yang seringkali memanifestasikan warisan budaya aristokratis, orientasi vertical (ke atas) yang lebih mendominasi referensi birokrat, loyalitas ritual yang seringkali bersifat pribadi, kesadaran prestise dan status yang masih kuat, budaya panutan yang sering membayangi partisipasi, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat, dan sebagainya”.


 BERSAMBUNG





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Birokrasi Kepegawaian Kawasan ( Kabupaten Subang )"

Post a Comment