Contoh Politik Aturan Keimigrasian

catatan :



Politik aturan keimigrasian di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa. Pada masa pemerintahan colonial misalnya, Institusi Imigrasi berbentuk Dinas Imigrasi dibawah pemerintahan Hindia Belanda , orang gila yang masuk secara illegal dimungkinkan untuk memperoleh kartu ijin masuk yang sah, sehingga banyak orang gila yang masuk tanpa mekanisme keimigrasian dan menarik banyak orang gila pendatang untuk masuk dan bekerja di Indonesia tanpa adanya pembatasan yang menimbulkan tenaga kerja semakin murah dan menguntungkan bagi kaum capital. Pada masa ini kebijakan Imigrasi dikenal open door Policy.

Pada tahun 1950 hingga dengan 1992, Jawatan Imigrasi telah beralih dari pemerintah hindia Belanda ke pemerintahan Indonesia. Kebijakan yang sebelumnya bersifat open door policy telah menjadi Politik aturan yang didasarkan pada kepentingan Nasional yaitu politik saringan. Beberapa perubahan telah terjadi baik dari segi peryaratan maupun adminstrasi dibidang keimigrasian, yang menyaratkan oarng gila pendatang harus membawa laba secara ekonomi untuk Indonesia. Selain itu pada masa ini pertama kali adanya penetapan Tindak Pidana Keimigrasian sebagai kejahatan sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 8 Drt. Tahun 1955 ihwal tindak pidana Imigrasi. Hal ini sanggup dilihat bahwa Pemerintah dikala itu melihat tingginya dampak yang merugikan dengan hadirnya orang gila pendatang di Indonesia.

Pada tahun 1992 hingga dengan tahun 2011, telah terjadi kurun gres dalam system aturan Keimigrasian, alasannya ialah politik aturan Keimigrasian yang bersifat selective secara yuridis dijabarkan dalam satu ketentuan aturan yang berlaku secara nasional melalui Undang-undang No. 9 Tahun 1992 ihwal Keimigrasian yang mengganti 7 peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur hal ikhwal keimigrasian secara terpisah. Menurut Dr. M. Iman Santoso , yang menjadi permasalahan selanjutnya dengan lahirnya UU No. 9 / 1992 ini apakah politik aturan selective benar-benar dilaksanakan? Karena bersamaan dengan dengan waktu itu dikeluarkan suatu kebijakan Bebas Visa Kunjungan yang diberikan secara sedikit demi sedikit kepada 48 Negara yang telah dikeluarkan secara sedikit demi sedikit sejka tahun 1983. Hal ini memperlihatkan bahwa politik aturan Keimigrasian semakin bernuansa terbuka. Masih berdasarkan beliau, walaupun secara de yure diisyaratkan selective dalam hal kemudian lintas orang keluar dan masuk wilayah RI, tetapi secara defacto wilayah Indonesia menjadi terbuka terhadap setiap kedatangan orang gila dari 48 negara tersebut tanpa melihat manfaat secara keseluruhan dan pertimbangan untuk rugi ( cost and benefit) bagi bangsa Indonesia.

Bagaimana Politik aturan Keimigrasian dikala ini?sebelum penulis mencoba menjabarkannya, penulis akan menjelaskan apakah yang dimaksud dengan Politik Hukum. Pada dasarnya definisi Politik aturan berdasarkan para Ahli aturan mempunyai kesamaan unsur, yaitu : kebjakan resmi ( legal Policy ) oleh pemerintah ihwal aturan apa yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan Negara. Sebgai pola berdasarkan Padmo Wahyono Politik aturan merupakan kebjakan dasar yang menetukan arah, bentuk, maupun isi dari aturan yang akan dibentuk. Sedangkan berdasarkan Syaukani Imam, Politik aturan Nasional ialah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang aturan akan, sedang dan telah berlaku , yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat untuk mecapai tujuan Negara. Menurut Prof. Mahfud MD politik aturan sangat dipenagruhi oleh Konfigurasi politik suatu Negara, apakan Negara demokratis atau Otoriter.

Jika dicermati dengan lahirnya Undang-undang No. 6 Tahun 2011 ihwal keimigrasian banyak dipengaruhi oleh banyak sekali aspek peraturan perundang-undangan lainnya di Indonesia maupun konvensi Internasional. Hukum Keimigrasian merupakan kajian yang sifatnya multi aspek, menyerupai dalam hal pertolongan izin tinggal terbatas contohnya harus melihat dari sisi aturan perkawinan bagi mereka yang menikah dengan WNI, apakah pernikahannya merupakan ijab kabul yang real? Atau nikah semu, begitu juga bagi mereka yang bekerja, apakah sudah sejalan dengan politik aturan ketenagakerjaan di Indonesia yang lebih mengutamakan proteksi bagi WNI untuk memperoleh jabatan dan pekerjaan di Indonesia.

Oleh kesudahannya kehadiran TKA yang bekerja di Indonesia dibatasi secara kuantitas jabatan yang sanggup ditempati serta waktu / masa kerjanya. Pemerintah Indonesia menginginkan semoga kehadiran TKA membawa dampak positif dalam pertolongan devisa, mahir teknologi, dan meningkatkan daya saing yang menimbulkan motivasi bagi TKI untuk lebih menyebarkan diri sehingga mempunyai daya saing yang tinggi. Oleh kesudahannya politik aturan keimigrasian dalam hal pertolongan Ijin tinggal misalnya, sanggup dikatakan bahwa berdasarkan pada asas manfaat secara perekonomian dan Asas kesetaraan gender bagi mereka yang memperoleh Ijin tinggal alasannya ialah ijab kabul campuran. Selain hal diatas Asas Penghormatan terhadap HAM juga sanggup dilihat dari segi proteksi terhadap WNA korban perdagangan insan dan pertolongan kesempatan bagi WNA yang menikah dengan WNI untuk berusaha dan bekerja di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 undang-undang nomor 6 tahun 2011 ihwal Keimigrasian.

Dari hal diatas maka sanggup penulis simpulkan bahwa Politik Hukum Keimigrasian di Indonesia dikala ini ialah berdasarkan pada asas manfaat secara ekonomi dimana hanya orang yang berkhasiat bagi bangsa dan Negara yang diizinkan untuk masuk dan tinggal di Indonesia dengan mengedepankan penghormatan terhadap HAM. Hal tersebut di aktualisasikan dalam bentuk kebijakan selektif ( selective Policy ) melalui Trifungsi Imigrasi. Hal ini menjadi sangat wajar, alasannya ialah politik aturan suatu Negara tidak sanggup dipisahkan oleh efek rezim yang berkuasa. Hal ini dirasakan baik Selama masih dalam rangka untuk mencapai tujuan Negara. Saat ini memang pemerintah Indonesia sedang berkonsentrasi dalam hal peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang tidak sanggup terlepas unsure perbaikan infrastuktur, reformasi Birokrasi dan iklim Investasi. Oleh kesudahannya menjadi sangat masuk akal apabila banyak sekali peraturan perundang-undangan yang ada harus sanggup mengakomodasi kepentingan tersebut diatas. Hal ini tidak terlepas dari Undang-undang Keimigrasian yang mengamanatkan reformasi birokrasi dengan mengaktualisasikan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Simkim) yang berbasis eketronik serta kemudahan bagi para investor untuk tinggal dan berinvestasi di Indonesia.

Walaupun banyak sekali kemudahan yang bersifat pelayanan diberikan bagi WNA untuk masuk tinggal, bekerja dan berinvestasi di Indonesia, penulis tetap mengharapakan bahwa penegakkan aturan keimigrasian tidak terlupakan dan sanggup berjalan secara bersama –sama sesuai dengan trifungsi Imigrasi sebagai pelayan masyarakat, penegakan aturan dan keamanan serta Fasilitator pembangunan ekonomi. Lahirnya undang-undang nomor 6 tahun 2011 ihwal Keimigrasian diyakini sanggup mengatasi banyak sekali eskalasi kejahatan transnasional dan lebih menawarkan proteksi terhadap HAM dan menawarkan kepastian aturan terhadap Orang gila yang masuk ,tinggal dan melaksanakan acara ataupun kepada sponsor mereka di Indonesia. Namun demikian bukan berarti UU tersebut tanpa kekurangan. Kita sanggup lihat bahwa masih terjadi conflict of Norm antara UU Keimigrasian dengan UU ketenagakerjaan. Terlihat dalam pasal 61 Undang-undang Keimigrasian yang menawarkan Kesempatan kepada orang gila yang menikah dengan WNI untuk bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Dalam hal ini sanggup di analogikan bahwa segala jenis perjuangan sanggup dilakukan. Oleh kesudahannya maka hal ini bertentangan dengan Politik aturan ketenagakerjaan yang selama ini berusaha membatasi keberadaan TKA di Indonesia termasuk jenis perjuangan yang sanggup mereka jalankan. Selain hal itu, kepastian aturan ihwal kebradaan terdeteni di rumah detensi juga belum mendapat kepastian yang jelas. Seperti ditemukan dalam Pasal 85 angka 2 UU keimigrasian yang mengatur jangka waktu terdeteni hanya sanggup berada di Rumah detensi selama 10 ( sepuluh ) tahun. Setelah itu dilema akan timbul bagaimana dengan izin tinggal terdeteni tersebut?karena di dalam pasal 48 angka 1 UU Kim mengamanatkan bahwa setiap orang gila yang berada di wilayah Indonesia wajib mempunyai izin tinggal.

Melihat kekurangan diatas, bukan berarti UU KIM yang ada tidak cukup memadai, melainkan sudah sangat baik dan hanya sanggup berjalan kalau didukung oleh SDM yang mempunyai Integritas budpekerti yang baik . semoga Peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan terkait dengan UU KIM sanggup menawarkan solusi terbaik dan kepastian aturan sehingga UU KIM nantinya sanggup dilaksanakan secara sinergi oleh setiap aparatur pemerintah di Indonesia.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Politik Aturan Keimigrasian"

Post a Comment