Contoh Teori Organisasi Penyakit Birokrasi

( 19 halaman )




TINJAUAN PENYAKIT BIROKRASI DARI SISI TEORI ORGANISASI

( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Brebes)

 

pendahuluan

Pelaksanaan otonomi di beberapa kawasan kota/kabupaten di Indonesia, sehubungan dengan fungsi pemerintah kawasan sebagai penyedia layanan publik (public service provider) masih jauh dari keinginan masyarakat. Pola juraganisme (minta dilayani) masih saja terjadi dan bukan sebaliknya. Bila ini terus terjadi tanpa adanya perubahan contoh kinerja aparatur negara dikhawatirkan akan memberkas menjadi sebuah mindset PNS di kemudian hari. Pada balasannya akan mengganggu efektivitas kinerja aparatur negara di kawasan yang umumnya masih rendah. Ini bisa dirasakan dari pelayanan yang lamban maupun penyelesaian pembangunan kawasan yang tidak sempurna waktu.

Padahal semangat otonomi kawasan melalui UU No.32/2004 wacana Pemerintahan Daerah semakin terbuka bagi setiap pemerintah kawasan untuk sanggup lebih mendekatkan pemerintah kepada masyarakat, sehingga patologi birokrasi sanggup ditekan dan mungkin dihindarkan. Dengan demikian akan lebih mendekatkan susukan masyarakat kepada pemerintah. Selain membawa konsekuensi logis, maka akan lebih terang tanggung jawab pemerintah kawasan terhadap pelayanan kepentingan masyarakatnya. Dalam arti luas, birokrasi dalam pelayanan publik akan mewujudkan suatu tata kepemerintahan yang baik (good governance).

Di samping itu, otonomi kawasan harus juga diyakini sebagai alat yang sanggup mengakomodasi arus semangat reformasi dalam hal pemberantasan KKN di setiap lini birokrasi pemerintahan, sehingga keinginan pelayanan prima benar-benar bisa terwujudkan di level pemerintahan yang paling rendah sekalipun. Artinya pelayanan tersebut sanggup menunjukkan kepuasan kepada pelanggan melebihi dari standar yang telah ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Good governance menjadi informasi yang kasatmata hingga ketika ini. Hal ini tidak lain alasannya yaitu banyak kalangan yang masih memiliki keinginan supaya birokrasi bisa menampilkan perfomance yang baik, mau tampil secara profesional dalam melaksanakan pelayanan publik, sanggup mengedepankan kepentingan masyarakat dan tidak berada di bawah tekanan kelompok politik tertentu.

Apalagi peluang ketika ini sangat terbuka lebar akhir terjadinya pergeseran sistem politik kita, yang tidak menutup kehadiran parpol dalam jumlah cukup banyak. Juga akhir perubahan paradigma sistem pemerintahan dari sentralistis ke desentralisasi yang menunjukkan peluang kepada birokrasi khususnya di kawasan untuk lebih kreatif, inovatif dan profesional.

 

Sebelum reformasi bergulir, birokrasi seolah hanya menjadi mesin salah satu parpol yang segala tindakannya selalu membawa visi misi parpol tertentu yang memegang tampuk kekuasaan. Birokrasi tidak lagi independen dalam menunjukkan pelayanan kepada masyarakat. Pada masa reformasi ini, banyak peluang bagi birokrasi untuk bersikap netral dan hanya menjalankan kiprah administratif. Birokrasi sebagai satu forum yang melaksanakan budi yang dibentuk politisi, sudah saatnya dibangun dengan menganut prinsip rasional dan efisien. Dengan prinsip ini, birokrasi sanggup berkembang dan tampil profesional. Terlepas dari banyak sekali permasalahan yang mewarnai birokrasi itu, harus diyakini bahwa untuk menjadikan birokrasi profesional itu tidak mudah. Tetapi, bagaimana inspirasi ini harus dilakukan. Jika birokrasi tidak mereformasi dirinya untuk tampil

Oleh alasannya yaitu itu, birokrasi harus bisa mereformasi diri, menjadi sosok profesional dengan pelayanan prima dan berlaku sebagai abdi negara dan masyarakat, siap atau tidak siap.

Hal lain yang juga menjadi penghambat upaya mewujudkan birokrasi yang profesional yaitu adanya penyakit dalam badan birokrasi yang disebut patologi birokrasi. Patologi birokrasi ini yang mengakibatkan imej masyarakat negatif wacana birokrasi. Menurut Siagian (1995), patologi birokrasi sanggup muncul alasannya yaitu beberapa hal. Yaitu: persepsi dan gaya manajerial pejabat, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, tindakan birokrat yang melanggar norma hukum,  manifestasi sikap birokrasi yang bersifat disfungsional, akhir situasi internal dalam banyak sekali instansi dalam lingkungan pemerintahan. Patologi birokrasi ini harus dicermati untuk mewujudkan birokrasi profesional. Jika hal ini terus berlangsung, akan tercipta kondisi pemerintahan yang jelek (bad reputation of bureaucracy).

 

PERMASALAHAN PATOLOGI BIROKRASI ( Studi Kasus di Pemkab Brebes ) :

Bagaimana Pelaksanaan Patologi Birokrasi di Pemerintah Kabupaten Brebes jikalau di tinjau dari Sisi Teori Organisasi. Fenomena apa yang menarik dan tidak menarik di sisi patologi birokrasi di Pemkab Brebes, Adakah materi pendukung fakta atau realita patologi birokrasi di Kabupaten Brebes. Dan upaya  apa sajakah yang telah dilakukan di Pemkab Brebes untuk memecahkan  patologi birokrasi.

 

PEMECAHAN STUDI KASUS PATOLOGI BIROKRASI DI PEMKAB BREBES MELALUI PENDEKATAN KLASIK DAN NEO KLASIK

Dalam masa reformasi ketika ini, tuntutan masyarakat terhadap peningkatan pelayanan publik yaitu sesuatu yang cukup beralasan dan tidak berlebihan, mengingat hingga sejauh ini masyarakat masih menilai bahwa kualitas pelayanan publik masih rendah serta kinerja pelayanan publik khususnya oleh pemerintah kawasan masih sangat jauh dari yang dibutuhkan (Dwiyanto, 2002).

Pada sisi yang lain, kualitas aparatur di kawasan yang berada di bawah standar, menjadikan kesulitan bagi pimpinan unit kerja untuk membagi kiprah secara merata. Gaji rendah (alasan klasik), mengakibatkan aparatur akan cari pemanis melalui kerja sampingan yang pada umumnya akan mengganggu acara rutin di kantor. Selain itu, penempatan pejabat yang tidak sesuai dengan kompetensinya sanggup menimbulkan dilema pada administrasi kantor serta sanggup menjadikan kegagalan pada pencapaian tujuan organisasi. Beban kerja tidak dibagi habis ke seluruh staf, sehingga ada staf yang tidak punya kiprah hal ini sanggup menjadikan ketidakseimbangan beban kerja yang sanggup menimbulkan gangguan terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Untuk itu pimpinan unit kerja harus terlebih dahulu memerincikan semua kiprah dan tanggung jawab instansi hingga pada level aparatur yang paling rendah. Di sini penting dilakukannya pengelompokan tugas-tugas, sehingga sanggup ditetapkan siapa akan mengerjakan apa dan kapan harus diselesaikan serta mewajibkan aparatur menciptakan laporan wacana hasil dan rencana kerja secara berkala, pembagian kiprah ini harus diiringi dengan hukuman dan penghargaan (reward). Dalam pembagian tugas-tugas itu seharusnya dibentuk secara tertulis sesuai dengan Tupoksi masing-masing unit kerja yang dilengkapi dengan mekanisme atau alur kerja dari setiap belahan hingga kepada personel yang terlibat dalam melaksanakan setiap kegiatan.





 BERSAMBUNG





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Teori Organisasi Penyakit Birokrasi"

Post a Comment