Contoh Dan Klarifikasi Resume Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa


Abstrak : Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) insan sehingga study linguistik perlu dilengkapi denagn study antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik.
Obyek psikolinguistik yakni bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa insan yang tercermin dalam tanda-tanda jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek – aspek  psikologi dan sejauh  yang sanggup dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran yakni kekerabatan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi insan dan dalam banyak hal bahasa sanggup disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh mahir sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, supaya sanggup berfungsi dalam tempat yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik yakni sebagai sesuatu  bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam menawarkan aneka macam pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.
Kata kunci :Psikolinguistik , bahasa, pikiran, pembelajaran.
A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak sanggup dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga sanggup dikatakan bahwa bahasa itu yakni milik insan yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan insan pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh lantaran itu, jikalau orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya sanggup majemuk sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa yakni alat untuk memberikan isi pikiran, bahasa yakni alat untuk berintekrasi, bahasa yakni alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa yakni alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya sanggup diterima.
Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa sanggup dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonology, morphology, sintaksis, hingga stuktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan kekerabatan bahasa itu dengan factor-faktor atau hal yang ada diluar bahasa menyerupai social, psikology, etnis, seni, dan sebagainya.
Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah mengakibatkan perlunya dilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini dibutuhkan untuk mengatasi aneka macam problem dalam kehidupan insan yang semakin kompleks.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu perkara komplek manusia, selain berkenaan dengan perkara bahasa, juga berkenaan dengan perkara kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalam proses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh lantaran itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan study antardisiplin antara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik.[i]
Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan perihal pengertian psikolinguistik, obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblang akan diungkapkan juga perihal bagaimana kekerabatan bahasa dengan pikiran ( otak ) insan serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan kegagalan pendidikan dan pengajaran.
B. PEMBAHASAN
1.Pengertian Psikolinguistik
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing- masing berdiri sendiri dengan mekanisme dan metode yang berlainan. Namun keduanya sama- sama meneliti bahasa sebagai obyek formalnya. Hanya obyek materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku berbahasa atau proses berbahasa.[ii]
Robert Lado spesialis dalam bidang pembelajaran bahasa menyampaikan bahwa psikolinguistik yakni pendekatan adonan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu gampang dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri.
Emmon Bach dengan singkat dan tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik yakni suatu ilmu yang meneliti bagaimana bergotong-royong para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk atau membangun atau mengerti kalimat bahasa tertentu tersebut.[iii]
Paul Fraisse menyatakan bahwa :” Psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communication and the means offered to us by a language learned in one’s childrood and later”. Psikolinguistik yakni telaah perihal kekerabatan antara kebutuhan – kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi melalui bahasa  yang kita pelajari semenjak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.[iv]
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jikalau seseorang jmengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik  yakni mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi sanggup mengambarkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba mengambarkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat peneturan itu.
Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama berlangsungnya komunikasi dalam kekerabatan dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasan- batasan yang disebutkan diatas, terdapat pandangan sebagai berikut :[v]
a.       Psikolinguistik membahas kekerabatan bahasa dengan otak.
b. Psikolinguistik bekerjasama pribadi dengan proses mengkode dan menafsirkan kode.
c. Psikolinguistik sebagai pendekatan
d. Psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa.
e. Psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya dengan bahasa.
2.Obyek Dan Ruang lingkup Psikolinguistik
Telah dijelaskan diatas bahwa psikolinguistik bergotong-royong adonan dua disiplin ilmu yakni adonan linguistik dengan psikologi. Obyek linguistik yakni bahasa dan obyek psikologi yakni tanda-tanda jiwa.
Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa obyek psikolinguistik yakni bahasa juga, tetapi bahasa yang berproses dalam jiwa insan yang tercermin dengan tanda-tanda jiwa. Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang murka akan lain perwujudan bahasanya yang digunakan dengan orang yang sedang bergembira. Titik berat psikolinguistik yakni bahasa, dan bukan tanda-tanda jiwa. Itu sebabnya dalam batasan- batasan psikolinguistik selalu ditonjolkan proses bahasa yang terjadi pada otak, baik proses yang terjadi diotak pembicara maupun proses yang terjadi diotak pendengar.[vi]
Dengan mencoba menganalisis obyek linguistik dan obyek psikologi dan titik berat kajian psikolinguistik, sanggup ditarik kesimpulan bahwa ryang lingkup psikolinguistik mencoba menawarkan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang sanggup dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang menjadi lingkupan psikolinguistik yakni :
  1. Proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran.
  2. Akuisisi bahasa
  3. Pola tingkah laris berbahasa
  4. Asosiasi verbal dan problem makna.
  5. Proses bahasa pada orang yang abnormal, contohnya anak tuli.
  6. Persepsi ujaran dan kognisi.
3. Subdisiplin Psikolinguistik
Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik. Diantara subdisiplin psikolinguistik yakni sebagai berikut :[vii]
a.Psikolinguistik Teoritis
Subdisiplin ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses- proses      mental insan dalam berbahasa. Misalnya  dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan sintaksis, rancangan wacana, dan rancangan intonasi.
b. Psikolinguistik Perkembangan
Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan simantik dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, sedikit demi sedikit dan terpadu.
c. Psikolinguistik Sosial
Subdisiplin ini berkenaan dengan aspek-aspek  social bahasa. Bagi suatu manyarakat bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan suatu tanda-tanda dan identitas social saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan bathin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d. Psikolinguistik Pendidikan
Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran berbahasa, dan pegetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki kemampuan memberikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik Neurology ( neuropsikolinguistik )
Subdisiplin ini mengkaji kekerabatan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar neurology telah berhasil menganalisis struktur biologis otak serta telah memberi nama pada penggalan struktur otak itu. Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibuat dalam otak itu.
f. Psikolinguistik Eksperimen
Subdisiplin ini meliputi dan melaksanakan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan prilaku berbahasa dan akhir berbahasa pada pihak lain.
g. Psikolinguistik Terapan
Sundisiplin ini berkaitan dengan penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas kedalam bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termaksuk sub disiplin ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurology,psikistri, komunikasi dan sastra.
4. Induk Disiplin Psikolinguistik
Karena nama psikolinguistik merupakan adonan dari psikologi dan linguistik, maka timbul pertanyaan : apa induk disiplin psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi. Beberapa pakar berpendapat, psikolinguistik  berinduk pada psikologi lantaran istilah itu merupakan nama gres dari psikologi bahasa yang telah dikenal pada beberapa waktu sebelumnya.
Namun di Amerika Serikat pada umumnya, psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, meskipun Noam Chomsky, tokoh linguistik transformasi yang populer itu, cenderung menempatkan psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di prancis pada tahun enam puluhan, psikolinguistik dikembangkan oleh pakar psikologi. Sedangkan di Inggris psikolinguistik dikembangkan oleh pakar linguistik yang bekerjasama dengan beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat. Di Rusia psikolinguistik telah dikembangkan oleh para pakar linguistik pada Institut Linguistik Moskow. Sebaliknya di Rumania ada kecenderungannya menempatkan psikolinguistik sebagai satu disiplin mandiri, tetapi penerapannya lebih banyak diambil oleh linguistik.
Bagaimana di Indonesia? Tampaknya psikolinguistik dikembangkan dibidang linguistik pada fakultas pendidikan bahasa dan belum pada acara nono kependidikan bahasa. Psikolinguistik yang dikembangkan dalam pendidikan bahasa sudah seharusnya diserasikan dengan perkembangan linguistik dan perkembangan psikologi. Untuk itu dituntut adanya penguasaan yang seimbang akan teori psikologi. Lalu yang patut dikembangkan dalam pendidikan bahasa yakni subdisiplin psikolinguistik perkembangan dan psikolinguistik pendidikan.
5. Pokok Bahasan Psikolinguistik
Didalam Kurikulum Pendidikan Bahasa pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan mata kuliah psikolinguistik dimasukkan dalam kelompok mata kuliah proses belajar-mengajar, dan bukan pada kelompok mata kuliah linguistik atau kebahasaan. Hal ini lantaran pokok bahasan dalam psikolinguistik itu erat kaitannya denga kegiatan proses mencar ilmu mengajar bahasa itu yang meliputi antara lain perkara berikut antara lain :
  1. Apakah bergotong-royong bahasa itu? Apakah yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bisa berbahasa? Bahasa itu terdiri dari komponen apa saja?
  2. Bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa ia harus lahir? Dimanakah bahasa itu berada atau disimpan ?
  3. Bagaimana bahasa pertama ( bahasa ibu) diperoleh oleh seorang kanak-kanak? Bagaimana perkembangan penuasaan bahasa itu ? bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari? Bagaimana seseorang bisa menguasai dua tau tiga atau banyak bahasa.
  4. Bagaimana proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat?. Proses apakah yang terjadi didalam otak waktu berbahasa.
  5. Bagaimanakah bahasa itu tumbuh dan mati ? bagaimana proses terjadinya sebuah dialek? Bagaimana proses berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru?
  6. Bagaimana kekerabatan bahasa denngan pemikiran ?. bagaimana imbas kedwibahasaan atau kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang?
  7. Mengapa seseorang menderita penyakit atau mendapat gangguan berbicara sepert afasia dan bagaimana menyembuhkannya ?
  8. Bagaimana bahasa itu harus diajarkan supaya akhirnya baik ?
6. Bahasa Dan Pikiran
Kenyataan memperlihatkan bahwa bahasa digunakan untuk mengungkapkan pikiran. Seseorang yang sedang memikirkan sesuatu kemudian ingin memberikan hasil pemikiran itu, ia mengunakan alat dalam hal ini bahasa. Langacker menyampaikan “ berfikir yakni aktifitas mental manusia”. Aktivitas mental ini akan berlangsung apabila ada stimulus artinya ada sesuatu yang mengakibatkan insan untuk berfikir. Dalam kaitan ini Langacker menyampaikan bahwa pikiran dikondisi oleh kategorik linguistik dan pengalaman yang dikodekan dalam wujud konsep kata yang telah tersedia.
Seorang sarjana populer yang melihat kekerabatan bahasa dengan pikiran yakni Benjamin Whorf yang gotong royong dengan Edward Sapir mengemukakan hipotesis yang populer dengan nama Hipotesis Whorf-Sapir ( Sapir Whorf Hypouthesis) menyatakan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur bahasanya.[viii] Adapun tesis Whorf mengenai kekerabatan antara bahasa dan pikiran meliputi dua hal yakni :
  1. Masyarakat linguistik yang berbeda, mencicipi dan memahami kenyataan dengancara-cara yang berbeda.
  2. Bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat membantu untuk membentuk struktur kognitif para individu pemakai bahasa tersebut.
Bahasa sanggup memperluas pikiran. Dalam hal menyerupai ini seseorang harus banyak bergaul dan banyak membaca yang mengakibatkan pandangan dan pikirannya bertambah luas. Pergaulan kita dengan para ilmuwan, kegiatan seseorang banyak membaca niscaya akan memperluaskan wawasan dan pikiran perihal banyak hal. Ketika seseorang mendengar pidato atau ceramah tentu banyak istilah atau konsep yang ia dengar. Konsep dan istilah-istilah itu menambah pembendaharaan bahasanya sekaligus memperluas pikirannya. Demikian pula dengan kegiatan membaca, apa yang belum diketahui akan diketahui, bahkan apa yang telah diketahui akan lebih mendalam dan meluas, dengan kata lain pikiran bertambah luas lantaran acara yang bekerjasama dengan bahasa, dengan menguasai banyak bahasa pikiran bertambah luas.
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Jean piaget sarjana Prancis beropini bahwa justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang memilih aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.[ix] Menurut teori pertumbuhan kognisi, seorang anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya kemudian gres melalui bahasa. Piaget yang berbagi teori pertumbuhan kognisi menyatakan jikalau seorang anak sanggup menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan sebelum mereka sanggup menggolong-golongkan benda tersebut dengan mengunakan kata-kata yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi telah terjadi sebelum beliau sanggup berbahasa.
Biasanya kajian perihal kekerabatan bahasa dan pikiran dikaitkan dengan tiga nama besar seperti Boas yang dikenal sebagai Bapak anthropology Amerika , Sapir dan Whorf yang populer dengan teorinya bahwa cara berfikir seseorang sangat ditentukan oleh struktur bahasa ibunya ( native language ). Teori ini kemudian dikenal sebagai Sapir Whorf Hipothesis ( Hipotesis Sapir Whorf). Ada juga yang menyebutkan sebagai TeoriRelativitas Bahasa. Menurut Boas, Sapir dan Whorf insan merupakan korban struktur bahasa ibunya ( prisoners of the structure native language ).[x]
Sebagai sebuah teori masuk akal hipotesis Sapir dan Whorf juga mendapat sanggahan dari mahir yang lain antara lain :
  1. Jika pikiran insan itu ditentukan oleh bahasa ibunya, bagaimana mungkin orang dari latar belakang yang berbeda-beda, tentu dengan struktur bahasa yang berbeda pula, bisa berkomunikasi.
  2. manusia didunia ini umumnya bilingual bahkan ada yang multilingual semenjak kecil. Apakah kita bisa menyampaikan mereka ini mempunyai perangkat pikiran ( thoughat compartment ) yang berbeda lantaran struktur bahasanya masing-masing?. Tentu saja tidak.
  3. Fakta bahwa kategori tertentu tidak ada dalam bahasa itu tidak berarti bahwa penutur orisinil bahasa itu tidak sanggup memahami kategori tersebut. Misalnya system gramatikal yang menandai sumber informasi pada bahasa suku Hopi sanggup dijelaskan dalam bahasa Inggris kendati tidak ada dalam sestem gramatikal bahasa Inggris. Akhirnya system gramatikal semua bahasa didunia memilki pola yang secara universal sama, walaupun sekilas tampak beda. Disini kelemahan hipotesis Sapir dan Whorf tampak[xi]
Namun demikian, banyak mahir kini yang memakai hipotesis Sapir dan Whorf ini untuk keperluan study mereka. Terkait dengan hipotesis ini, banyak mahir bahasa yang beropini bahwa bahasa sanggup mempengaruhi pikiran insan dan sebaliknya pikiran insan juga bisa mempengaruhi struktur bahasa. Dengan demikian, pikiran dan bahasa berada dalam kekerabatan timbal balik yang saling mempengaruhi, tetapi bukan pada kekerabatan alasannya yakni akibat. Uraian berikut barangkali bisa mempertegas kembali kekerabatan antara bahasa dengan pikiran.
Disemua budaya terdapat kekerabatan antara pikiran dan budaya. Ketika anak mulai mencar ilmu bahasa orang tuanya, mereka juga mulai mencar ilmu beradaptasi dengan budaya orang tuanya. Ini yang disebut dengan Proses Inkulturasi. Pada ketika ini anak mulai mencar ilmu dialek orang bau tanah dan teman bermainnya. Bagi peminat bahasa memahami kekerabatan antara bahasa dan budaya dan melihat bagaimana keduanya berintekrasi tentu sangat penting. Terkait dengan dialek, para mahir hingga kepada komitmen bahwa tidak ada pertanyaan yang begitu menarik pada study linguistik selain sejauh mana bahasa atau dialek mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir. Dalam dunia pendidikan, orang berasumsi bahwa bahasa memilih pikiran seseorang. Bahasa dianggap sebagai factor diterminan yang memilih lancar tidaknya nalar atau pikiran seseorang. Sedangkan yang lain berasumsi bahwa bahasa hanya mempengaruhi atau tidak memilih pikiran seseorang.
Menurut Vygotsky, ketika anak mulai mencar ilmu bahasa pada ketika itu pula beliau mulai berbagi kemampuan mengunggapkan sesuatu yang menghubungkannya dengan proses berfikir yang disebut dengan Inner Speech atau Egocentric Speech. Kita bisa memperhatikan seorang anak sendiri sambil menata permainan disekelilingnya. Ini memperlihatkan bahwa pikiran mempengaruhi bahasa anak tersebut. Kemampuan inipun bergotong-royong juga dimiliki orang cukup umur contohnya ketika sedang menuntaskan problem matematika, beliau sambil berfikir, bicara sendiri seolah ada orang disekelilingnya. Disini jelaslah bahwa pikiran yang sedang berlangsung lantaran mengerjakan soal matematika tersebut besar lengan berkuasa pada bentuk ujaran yang diunggapkan.
Dari kedua pendapat ini, jikalau dikolaborasi maka akan menghasilkan suatu pendapat bahwa hubungan  antara bahasa dan pikiran yakni kekerabatan timbal-balik, dimana tidak hanya bahasa yang membentuk atau memilih pikiran, namun pikiran juga membentuk bahasa. Seseorang memerlukan bahasa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran yang ada diotaknya, begitu juga sebaliknya dalam berbahasa dibutuhkan pikiran sehingga proses berbahasa itu sanggup berlangsung dengan baik.
Dengan demikian kekerabatan anrata bahasa dan pola pikiran semakin menarik banyak peminat dari aneka macam disiplin ilmu. Jauh sebelumnya tokoh seperti Boas, Sapir dan Whorf telah memulai memeloporinya dengan mengajukan teori  yang menyangkut perkara kekerabatan bahasa dan pola piker. Adalah sebuah kewajaran bahwa teorinya kemudian memperoleh teori tandingan dari mahir yang lain. Ini semakin memperlihatkan problem bahasa dalam kaitannya dengan pola piker penuturnya sangat menarik dan menjadi kajian yang luas bukan hanya bagi mahir bahasa tetapi juga antropologii, psikolog dan mahir pendidikan.
Kalaupun belum mencapai kata setuju yang terang dari uraian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa perkembangan budaya suatu masyarakat berimplikasi pada perkembangan bahasa masyarakat penuturnya dengan munculnya kosa kata dan pola kalimat yang baru.
Perkembangan bahasa juga dipandang mengakibatkan perkembangan budaya alasannya yakni insiden berbahasa dianggap sebagai insiden budaya. Karena antara ilmu bahasa ( linguistik ) dan ilmu budaya ( antropologi) terang tidak bisa dipisahkan . keduanya saling mempengaruhi dalam kekerabatan saling terkait, bukan kekerabatan alasannya yakni akibat. Penutur bahasa idealnya mengetahui budaya masyarakat pemilik bahasa yang bersangkutan supaya tidak terjadi kesalahan komunikasi yang sanggup saja menimbulkan kesalahpahaman, ketersinggungan dan bahkan pertengkaran. Sebab berbahasa bukan sekedsar mengucapkan kata yang diatur sedemikian rupa berdasarkan kaidah bahasa atau gramatika. Tetapi berbahasa menyiratkan keluhuran makna baik makna social maupun cultural dari kata yang diucapkan.
7.Pengetahuan Tentang Ilmu Bahasa.
Linguistik ( Latin ; lingua berarti bahasa ) yakni ilmu yang mempergunakan bahasa sebagai obyek study. Anggapan dasarnya yakni bahwa bahasa itu merupakan tanda-tanda atau fenomena alam yang berdiri sendiri terlepas dari fenomena yang lain. Karena itu bahasa  sanggup dipelajari secara tersendiri, tanpa memperhatikan aspek-aspek diluar bahasa. Obyek utama dari linguistik yakni bahasa sedangkan tujuan yakni untuk mengkaji bahasa  sebagai bahasa dan untuk bahasa itu sendiri yaitu bagaimana sifat-sifat dan tata cara atau sikap bahasa itu sendiri.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kridalaksana (dalam Nikelas, 1988:10), Ilmu pengetahuan itu dikelompokkan kedalam tiga bidang besar yaitu :[xii]
1.Ilmu pengetahuan alam termasuk didalamnya ilmu kimia, biologi, botani, geologi,astronomi, dan sebagainya.
2.Ilmu pengetahuan social budaya yang juga disebut dengan pengetahuan kemanusiaan termasuk didalamnya antropologi, sosiologi, ilmu pengetahuan kesusteraan, ekonomi dan sebagainya.
3.Ilmu pengetahuan formal juga disebut dengan pengetahuan apreori, termasuk didalamnya nalar dan matematika.
Berdasarkan kelompok pengetahuan tersebut, linguistik sanggup dikelompokkan kedalam ilmu social budaya ( humanities), selanjutnya Kridalaksana menjelaskan bahwa sekalipun linguistik merupakan salah satu ilmu social atau kemanusian, namun kedudukannya sebagai ilmu yang atonom maka tidak perlu diragukan lagi, lantaran linguistik menyidik bahasa sebagai data utama. Dan juga, bahwa linguistik sudah berbagi seperangkat mekanisme yang sudah dianggap standar. 
Jika kita ingin mempelajari sesuatu obyek, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan yakni pertama ialah apakah obyek itu ?. dengan perkataan lain orang bertanya perihal apa itu bahasa atau hakekat bahasa itu ?. dengan istilah ilmu itu dikatakan Ontology Bahasa.
Secara ontology, ilmu bahasa mengkaji aneka macam tanda-tanda bahasa, dan tali-temali bahasa dengan tanda-tanda lain. Wardhaugh (1986: 1) menyebutkan “…a language is what the members of a particular society speak”. Sebelumnya Saussure (1973: 16) mendefinisikan bahasa sebagai  “.. a system of signs that express ideas”. Jadi, pada hakikatnya bahasa yakni lisan. Dengan demikian, materi kajian primer ilmu bahasa yakni bahasa lisan, sedangkan bahasa goresan pena merupakan materi kajian sekunder (Verhaar, 1976: 3). Mengapa bahasa goresan pena menjadi sekunder? Para tokoh hermeneutika kontemporer menyerupai Gadamer memandang bahwa berdasarkan kodratnya bahasa yakni “lisan”, kemudian disusul bahasa tulis demi efektivitas dan kelestarian bahasa tutur. Perubahan bahasa dari tutur ke tulis mengandung banyak kelemahan, contohnya kehilangan konteks dan daya ekspresi penuturnya (Rahardjo, 2005: 84).
Pertanyaan yang  kedua ialah bagaimana orang mempelajari bahasa itu atau menganalisis atau menelaah bahasa itu. Secara ilmiah disebut Epistemologi Bahasa . dalam epistemology bahasa  para penganalisis bahasa mencari dan memilih metode study bahasa. Maka lahirlah metodologi analisis bahasa. Secara alamiah dikatakan dengan Aksiologi Bahasa. Dengan berpedoman pada pengetahuan akan ontology bahasa, epistemology bahasa dan aksiology bahasa itu barulah orang sanggup memulai study perihal bahasa.
Sebagai alat utama komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa mempunyai ciri dan kekhasan sendiri yang berbeda dengan bidang pengetahuan yang lain, baik dari aspek ontologik, epsitemologik maupun aksiologik. Pemahaman ontologik yang meliputi objek dan wilayah kajian, pemahaman epistemologik yang meliputi cara mengkajinya dan pemahaman aksiologik yang meliputi tujuan dan manfaat kajian penting dikuasai oleh setiap peneliti atau pengkaji bahasa.  Kekeliruan penetapan objek dan wilayah kajian akan berakibat sangat fatal; bisa jadi penelitian yang semula dirancang sebagai penelitian bahasa bergeser ke penelitian bidang lain, menyerupai sosiologi, antropologi, psikologi dan sebagainya.
Berdasarkan objek kajiannya, bahasa sanggup dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian internal bahasa dilakukan terhadap struktur intern bahasa menyerupai struktur fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan teks atau wacana. Kajian secara internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan perkara lain di luar bahasa dan memakai teori dan mekanisme yang ada dalam disiplin linguistik saja. Orang menyebutnya sebagai disiplin linguistik murni (pure linguistics). Karena hanya meliputi wilayah atau objek kajian di dalam bahasa, kajian demikian sering disebut  kajian mikrolinguistik (microlinguistics).[xiii]
Sebaliknya, kajian secara eksternal berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa, tetapi berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa dalam segala kegiatan insan di masyarakat. Kajian secara ekternal tentu saja tidak saja memakai teori dan mekanisme linguistik saja, tetapi juga memakai teori dan mekanisme disiplin lain yang berkaitan dengan disiplin lain menyerupai sosiologi, psikologi, antropologi dan sejenisnya. Makara kajian atau penelitian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar-disiplin (interdisciplinary studies) menyerupai sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, dan linguistik komputasi. Karena  meliputi objek kajian di luar bahasa, kajian demikian lazimnya disebut makrolinguistik (macrolinguistics).
8.Pengajaran Bahasa
Pengajaran bahasa  disini maksudnya yakni perjuangan pengajar ( guru, dosen, pelatih ) dan forum untuk membantu orang mencar ilmu bahasa. Dalam definisi menyerupai ini yang menjadi sentra perhatian yakni “ belajar” dan semua kegiatan pengajar dan materi pelajaran yang memungkinkan dan membantu kegiatan mencar ilmu itu yakni pemudahan ( bahasa inggris: facilitation). Proses dan hasil dari perjuangan menyerupai ini oleh banyak orang lebih suka disebut dengan pembelajaran daripada pengajaran. Implikasinya ialah bahwa makin banyak perhatian diberikan pada materi pelajaran dan motivasi pelajar dan makin berkurang pada metode dan teknik mengajar, dalam arti memanipulasi atau mengatur tindakan pelajar secara mekanis.
Kalau seseorang belajar, tentu ada yang dipelajarinya. Dalam mencar ilmu bahasa, yang dipelajari ialah suatu “ keterampilan memakai unsure-unsur bahasa untuk berkomunikasi”. Dalam kurikulum 1984, pandangan dan dasar pemikiran ini diwujudkan dan diterapkan dalam merakit GBPP, khususnya GBPP Bahasa Indonesia dan GBPP Bahasa Inggris, yang komponen korikulernya terdiri atas dua penggalan yaitu “ Unsur-Unsur Bahasa Dan Kegiatan Berbahasa” dan yang berakitan materinya dan cara penyajiannya mengikuti “ pendekatan komunikatif”. Unsure bahasa yang diberikan ialah: ( 1) lafal dan ejaan, ( 2 ) tata bahasa, ( 3 ) kosakata. Kegiatan berbahasa diberikan ialah ( 1) membaca / pragmatic dan untu bahasa Indonesia saja, apresiasi sastra. Pembelajaran bahasa menyerupai ini yakni perjuangan membuat pelajar terampil memakai unsure bahasa secara masuk akal untuk berkomunikasi.[xiv]
9.Psikolinguistik pada pembelajaran Bahasa
Bahasa merupakan cirri khas insan dan hal itu merupakan hal yang komplek dan merupakan obyek study bagi kegiatan ilmu yang majemuk sesuai dengan pandangan ilmuwan yang mempelajarinya. Bagi mahir filsafat, bahasa mungkin merupakan alat untuk berfikir, bagi mahir nalar mungkin suatu kalkulus, bagi mahir ilmu jiwa mungkin jendela yang kabur untuk sanggup ditembus guna melihat proses berfikir dan mahir untuk bahasa suatu system lambang yang arbitrer.
Dengan begitu bahasa juga sanggup diselidiki secara berbeda pula contohnya sebagai tanda-tanda individu ataupun tanda-tanda social. Dalam hal ini yang pertama penyelidikan bahasa itu merupakan penggalan dari ilmu jiwa umum, sehingga kategori-kategori deskriptif menyerupai ingatan, keterampilan dan persepsi sanggup digunakan untuk mengambarkan tingkah laris yang bersifat kebahasaan maupun non kebahasaan.Sebagai tanda-tanda social, bahasa merupakan penggalan dari sosiologi umum, sehingga kategori-kategori deskriptif yang digunakan untuk mengambarkan bahasa yakni istilah sosiologi pula menyerupai struktur social kebudayaan, status dan peranan dan sebagainya. Dengan demikian study kebahasaan diwarnai oleh imbas dari luar dan inilah yang menimbulkan dorongan supaya tercipta adanya otonomi atau kebebasan ilmu bahasa ( IB) dari ilmu yang lain.[xv]
Di dalam mempertimbangkan penerapan teori-tiori linguistik dalam pembelajaran bahasa, dimungkinkan teori berasal dari linguistik teoritis dengan aliran yang ada menyerupai pembelajaran bahasa structural atau tranformasi, mungkin pula dari psikolinguistik maupun sosiolinguistik. Yang terpenting ialah bahwa teori itu sanggup dimanfaatkan untuk pembenaran pelaksanaan pembelajaran bahasa.
Ilmu bahasa teoritis dengan aliran Ilmu Bahasa ( IBS) contohnya menekankan sifat bahasa yang ada intinya diucapkan. Bukti diajukan menyerupai semua insan itu berbicara, meskipun tidak mengenal tulisannya dan anak mencar ilmu berbicara dulu dan gres kemudian mencar ilmu membaca dan menulis. Sebagai konsekuensinya, Pembelajaran Bahasa ( PB ) menekankan penguasaan bahasa ekspresi dalam bahasa asing. Tulisan bahasa tidak diajarkan pada tingkat permulaan dan ditunda hingga murid menguasai bahasa lisannya dengan baik. Sebagai dasar pertimbangan memperkenalkan bahasa dan goresan pena dengan waktu yang bersamaanhanyalah menimbulkan kesukaran rangkap lantaran murid dihadapkan pada dua kesukaran mencar ilmu selakigus.
Ilmu Bahasa Struktural ( IBS) juga menekankan sifat bahasa yang unik, yang mengandung pengertian bahwa bahasa itu berbeda satu dari yang lain. Implikasinya ialah bahwa orang yang mencar ilmu bahasa asing akan menjumpai kesukaran yang terutama disebabkan oleh adanya unsure yang berbeda antara bahasa ibu murid dengan bahasa sasaran. Oleh lantaran itu, dalam pembelajaran bahasa ( PB) perlu dilakukan analisis kontrastif antara kedua bahasa untuk identifikasi unsure yang berbeda supaya sanggup dipersiapkan sebelumnya langkah-langjkah untuk mengatasinya.[xvi]
Bahasa terdiri dari dua aspek yakni aspek pengetahuan dan aspek keterampilan, yang keduanya harus diperhatikan dan dikembangkan dalam Pembelajaran Bahasa (PB). Murid yang telah memahami kaidah, baik itu melalui klarifikasi atau bimbingan guru supaya murid menemukan sendiri, segera saja diberi kesempatan untuk mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Guru tidak dianjurkan untuk banyak berteori mengenai bahasa, lantaran Pembelajaran Bahasa (PB) lebih ditekankan pada penggunaan bahasa dalam pergaulan antar manusia, mengingat bahasa adalajh juga suatu tanda-tanda social. Inilah suatu prinsip yang ditekankan oleh Ilmu Psikolinguistik maupun Sosiolinguistik.
Ilmu psikolinguistik mengajarkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi untuk memberikan maksud pikiran atau perasaan. Sehingga pembelajaran bahasa hendaknya bukan dimaksudkan supaya murid hanya menguasai bahasa itu sebagai suatu sestem belaka yang berdiri sendiri, hingga hingga pada apa yang disebut taraf penguasaan keterampilan memanipulasi bahasa saja. Banyak guru bahasa yang mengeluh bahwa murid yang telah hingga pada taraf penguasaan keterampilan bahasa ( skill getting phase ) yakni mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari. Mungkin ini disebabkan oleh perhatian guru yang terlalu menitik beratkan pada kemampuan murid menghasilkan kalimat yang betul secara gramatikal, sehingga kurang memberi kesempatan pada murid untuk menyatakan kemampuan atau isis hati dengan kalimat yang telah dipelajari itu.
Berdasarkan pengalaman ini sebaiknya latihan berkomunikasi diberikan sedini mungkin, bila perlu bersamaan dengan latihan kebahasaan untuk membuat kaliamat yang betul. Munkin sebaiknya guru jangan terlalu bersifat hiper-korek, yang meminta murid menghasilkan kalimat yang betul saja hingga mengorbankan arus komunikasi. Ini pun juga tidak berarti bahwa murid dihadapkan pada situasi yang rumit sehingga titik tolak berkomunikasi, melainkan dipilihkan situasi yang cukup sederhana dan dalam batas kemampuan murid untuk berkomunikasi. Disinilah letak seninya, guru dituntut untuk sanggup kreatif dan inovatif dalam membuat situasi yang harmonis dengan kemampuan murid, supaya murid terdorong melatih memakai bahasa target sebagai media komunikasi.[xvii]
Seseorang mencar ilmu bahasa dan dikatakan bisa berbahasa apabila pertama mempunyai pemilikan perihal bahasa tersebut yang oleh Noam Chamsky dikatakan “ a speaker’s competence, his knowledge of the language” .dan kedua mempunyai kemampuan penggunaan bahasa tersebut yang oleh Noam Chomsky dikatakan “his performance, his actual use of the language in concrete situation “.[xviii]
Adapun pertimbangan penerapan psikolinguistik pada pembelajaran bahasa yakni pada :
Ø  Kelompok pembuat dan penentu kebijaksanaan bahasa. Selain pertimbangan psikolingusitik juga pertimbangan sosiolinguistik.
Ø  Kelompok pendidik Guru. Pendidik guru harus sanggup menawarkan informasi perihal metode dan teknik gres yang efektif dalam pengajaran bahasa.
Ø  Kelompok guru. Guru akan melihat konsekuensi pengajaran bahasa. Hasil atau konsekuensi ini ditentukan oleh interaksi ( a) guru, ( b) siswa,( c ) metode dan teknik, (d ) materi dan isi pengajaran bahasa.
Ø  Kelompok penguasaan alat-alat pendidikan khususnya pengajaran bahasa. Dengan kemajuan teknologi, alat Bantu pengajaran pun dikembangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini yakni penghasil alat laboratorium bahasa, film bahasa dan lain sebagainya.[xix]
Dengan adanya aneka macam pertimbangan diatas, hendaknya sanggup kita upayakan bahwa dalam pembelajaran bahasa dibutuhkan kerjasama aneka macam pihak untuk merealisasikan sebuah hasil kongkrit yang mungkin hingga ketika ini kurang yakni pertimbangan psikolinguistik sebagai suatu ilmu yang mengajarkan bagaimana penggunaan bahasa itu secara actual dalam berkomunikasi.
Dari paparan diatas sanggup kita garis bawahi bahwa psikolinguistik sebagai bidang ilmu yang menitikberatkan pada penerapan bahasa secara actual dan komunikasi harus bisa terwujud. Tentunya dengan derma aneka macam pihak, alasannya yakni dalam mencar ilmu bahasa asing perlu diberikan perkiraan bahwa mencar ilmu bahasa asing itu mudah. Dan yang harus kita lakukan yakni menerpkan aneka macam metode dan pendekatan yang memungkinkan siswa gampang memahaminya. Satu yang tak sanggup kita pungkiri bahwa bahasa merupakan satu bentuk kebiasaan.
10.Kegagalan Pendidikan Dan Pengajaran
Sebagai salah satu institusi yang paling bertanggung jawab dalam training dan pengembangan bahasa, pendidikan kita sepertinya gagal berbagi daya imajinatif peserta didik. Pengajaran bahasa masih sarat dengan muatan struktur yang menjadikan anak didik terbiasa berfikir structural. Padahal struktur hanya penggalan kecil dari bahasa
Sedangkan pengajaran sastra menyerupai dongeng, drama, roman sejarah dan sejenisnya belum berhasil membangun tabiat dan jati diri anak didik dan berbagi daya kreatifitas mereka. Padahal lewat sastra kita bisa mengasah kemahiran bahasa, melalui kisah bisa dikembangkan kesadaran bahwa hidup ini tidak gampang dan penuh cobaan dan toh insan bisa mengatasinya asal mempunyai semangat dan etos kerja yang tinggi. Lewat roman sejarah bisa dikembangkan problem kemasyarakatan, alasannya yakni roman sejarah bukan hanya memberi informasi perihal insiden atau keadaan social, budaya ekonomi perihal insiden atau keadaan social budaya ekonomi politik masa lalu, melainkan juga menumbuhkan ikatan bathin suatu bangsa dengan masa lalunya.
Sulit diingkari bahwa kegagalan pengajaran bahasa kepada anak didik kita telah melahirkan pemakai-pemakai bahasa yang tidak bermatabat, sehingga yang terjadi yakni prilaku berbahasa yang jauh dari nilai estetika lantaran mengandalkan emosi dan ambisi pribadi. Bahasa menjadi piranti saling hujat dan menjatuhkan sebagaimana kita saksikan pada realitas berbahasa masyarakat kita akhir-akhir ini.
Padahal kesatunan, prilaku bahkan tingkat kemajuan kehidupan atau peradaban suatu bangsa terlihat dari bahasanya. Kekayaan kosakata suatu bahasa memperhatikan kemajuan peradaban bangsa pemiliknya. Sementara itu, keteraturan dan ketataasasan kaedah berbahasa kita mengalami problem yang cukup serius. Kita sanggup mencermati dalam masyarakat betapa kata-kata yang ditulis dalam bahasa Indonesia dengan sangat jelas, tetapi diucapkan dengan salah. Salah satu teladan yang sanggup dikemukakan contohnya psikologi diucapkan saikoloji.
Menghadapi realitas pengunaan bahasa demikian, pengajar bahasa memainkan kiprah sangat penting, bukan saja bagaimana mengajar bahasa sesuai kaidah dan hukum sehingga menghasilan anak didik yang bisa berbahasa dengan baik dan benar tetapi lebih dari itu yakni bagaimana menanamkan citra kebangsaan kepada anak didik.Dalam amanatnya pada Kongres Bahasa Indonesia VIII di Jakarta ( 17/10/2003) lalu Mendiknas Prof A Malik Fadjar menyatakan bahwa pengajar bahasa harus kreatif melahirkan karya bagi setiap generasi. Kita harus sadar bahwa materi sanggup melahirkan generasi yang bisa memperlihatkan orang-orang berperadaban.[xx]
Mengutip amanat Malik Fadjar, untuk menyongsong kehidupan kedepan yang sangat kompleks dan membangun peradaban bangsa dalam arti luas, serta mengantarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang  “bermaknasetidaknya terdapat lima upaya yang harus dilalui oleh para pakar, peminat dan pengajar bahasa adalah
  1. Menanamkan dan menumbuhkan keberaksaraan ( literacy) secara fungsional.
  2. Menekankan kemampuan berkomunikasi yang baik.
  3. Menjalankan pendekatan keilmuan
  4. Memainkan kiprah pemeliharaan terhadap temuan dan kelayakan bahasa.
  5. Memainkan kiprah pemugaran, pemeliharaan dan perbaikan bahasa sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa yang hidup dieraglobalisasi untuk ketahanan nasional.
Persoalan bahasa Indonesia kini ini tidak bisa dipandang hanya sebagai sebuah symbol  kebahasaan semata. Agar memperoleh balasan akar permasalahan secara komprehensif dibutuhkan cara pandang linguistik dengan melibatkan analisis multidimensional artinya  permasalahan bahasa tidak saja dipandang sebagai problem linguistik semata, tetapi juga problem social, budaya, dan politik. Sejauh ini perspektif baik ilmu psikolinguistik maupun sosiolinguistik yaitu “ chaika” ( 1982) sepertinya sangat tepat untuk memahami bahwa wajah dunia kebahasaan kita menyerupai kini ini tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat kita yang dari aspek social, politik, ekonomi dan budaya memang sedang terpuruk. Dengan citra kebahasaan kita ketika ini memang sangat sulit untuk menggali otentisitas kebudayaan dan peradaban kita. Wajar pula kija problem keindonesiaan kita memang mulai ada yang mengungat.
11. Faktor-Faktor Bagi Keberhasilan Pembelajaran Bahasa
Metode dan teknik pengajaran  itu bukanlah satu-satunya factor yang memilih keberhasilan datau kegagalan pengajaran bahasa. Keberhasilan pengajaran bahasa membutuhkan beberapa hal sebagai factor penunjang yang antara lain sanggup disebutkan sebagai berikut :[xxi]
  1. Fasilitas Fisik, salah satu contohnya ruang mencar ilmu yang jumlahnya memadai berdasarkan setiap ruang kelas sebaiknya memuat hanya maksimum 30 orang pelajar.
  2. Textbook, textbook yang sesuai dengan tujuan dan metode pengajaran, sebaiknya sudah tersedia lengkap sebelum acara pengajaran dimulai. Selanjutnya sewaktu-waktu yakni perlu textbooks tersebut ditinjau kembali untuk disempurnakan dan diubahsuaikan dengan kebutuhan yang selalu berubah dalam jangka waktu tertentu.
  3. Pengajar ( guru ) yang qualified. Pelaksana acara pengajaran bahasa yakni para pengajar bahasa yang kwalitasnya sangat memilih keberhasilan pelaksanaan suatu metode yang sudah dianggap baik. Karena itu pengadaan pengajar yang qualified ( berkelayakan ) mutlak perlu baik melalui acara latihan, penataran atau pendidikan khusus, dan sebagainya.
  4. Tujuan yang jelas. Betapapun baik dan tepat sesuatu metode pengajaran yang dipergunakan dan meskipun tersedia tenaga pengajar yang berkelayakan, tetapi apabila tujuan acara pengajaran bahasa tidak jelas, maka tidak terjamin hasil dicapai sanggup memuaskan. Dari itu tujuan dari acara pengajaran bahsa harus digariskan secara terang dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengajaran bahasa.
  5. Lingkungan yang favourable. Pengaruh lingkungan terhadap perasaan dan pemikiran seseorang yakni suatu hal yang tak sanggup diingkari, baik itu lingkungan itu berupa pergaulan manusiawi yang dibuat oleh sikap mental dan alam pemikiran masyarakat sekeliling prang itu ataupun berupa keadaan tempat dimana ia itu hidup atau belajar. Mengingat hal tersebut lingkungan yang menyenangkan dan membantu merupakan factor yang sanggup menunjang keberhasilan pengajaran bahasa.
  6. Pengaturan penyelenggaraan yang baik. Pembagian kiprah yang baik dan pengaturan waktu yang terkoordinir bagi pelaksanaan masing kiprah yakni merupakan factor yang besar pula pengaruhnya sebagai factor penunjang keberhasilan acara pengajaran bahasa.
Demikianlah beberapa hal; yang patut diutarakan sebagai factor penunjang bagi keberhasilan pelaksanaan pengajaran bahasa, yang sudah tentu pengadaan dan pengaturan factor tersebut sepatutnya mendapat perhatian dari para penyelengga pengajaran bahasa terutama bahasa arab. Apabila pengajaran bahasa arab di Indonesia mencapai hasil yang lebih maju dan lebih memuaskan.
C. PENUTUP
Bahasa dan berbahasa yakni dua hal yang berbeda. Bahasa yakni alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa yakni proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu. Bahasa yakni obyek kajian linguistik, sedangkan berbahasa yakni obyek kajian psikologi.
Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses psikologi yang berlangsung jikalau seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Bahasa merupakan kegiatan yang terus menerus dan selalu berkembang. Bahasa bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai. Bahasa merupakan  sesuatu kegiatan yang sedang berulang dengan melalui alat bicara untuk menyatakan pikiran. Seorang anak yang lahir mempunyai otak yang dirancang untuk sanggup mencar ilmu suatu bahasa sehingga mereka sanggup diperkenalkan dengan lingkungan sekitar yang sesuai.
Ada suatu pendapat yang terkenal, bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur bahasa. Pendapat ini sering kali disebut Hipotesis Whorf. Bahasa bukanlahjubah yang harus mengikuti bentuk pikiran. Bahasa yakni cetakan, wadah pikiran dan kebijaksanaan yang dituangkan. Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik yakni mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi sanggup mengambarkan hakekat bahasa dan bagaimana struktur itu diperole, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam peneturan itu.
Kerjasama antara psikologi dan linguistik sehabis beberapa usang berlangsung sepertinya belum cukup untuk sanggup mengambarkan hakekay bahasa menyerupai tercermin dengan definisi diatas. Bantuan dari ilmu-ilmu lain yang diperlukan.
DAFTAR  PUSTAKA
Chaer, Abdul, Psikolinguistik : Kajian Teoretik, PT Rineka Cipta, Jakarta , 2003.
Chotib, Achmad dkk, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab, Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN, Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama,Jakarta, 1976.
Dardjowidjojo, Soenjono ,Perkembangan Linguistik Di Indonesia, Arcan, Jakarta, 1985.
Daniel, Jos, Parera, Linguistik Edukasional Pendekatan Konsep Dan Teori Pengajaran Bahasa, Erlangga, Jakarta ,1986.
Fuad Effendy Ahmad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab,Misykat, Malang, 2004.
Guntur, Herry, Taringan, Psikolinguistik, Angkasa, Bandung, 1986.
Kridalaksana, Harimurti, Pengantar Linguistik Umum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,  1988.
Majid, Abdul, Said Ahmad Mansur, Ilmu Al-Lughah An-Nafsi, Jami’ah Al-Mulki As-Su’udi, Riyadh, 1982.
Patede, Mansoer, Aspek-Aspek Linguistik, Nusa indah, Yogyakarta,1990 .
——————–, Linguistik Terapan , Nusa Indah, Yogyakarta, 1990.
Rahardjo, Mudjia, Lingkup Dan Paradigma Penelitian Bahasa,( Dalam Makalah Semiloka nasional, Feb, 2005.
———————-, Wacana Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik Cendekia Paramulya, Malang, 2004.
———————–, Relung-Relung Bahasa, Bahasa Dalam Wacana Politik Indonesia Komtemporer, Aditya Media, Yogyakarta, 2002.
Tatlana, Cazacu Slama, Introducation To Psycholinguistics, The hague- Paris, Mouton, 1973.
Yusuf, Tayar, Metodologi Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.


[i] Abdul Chaer, Psikolinguistik : Kajian Teoretik,( Jakarta ; PT Rineka Cipta, 2003),hal, 1
[ii]Ibid, hal, 5
[iii] Herry Guntur Taringan, Psikolinguistik,( Bandung : Angkasa, 1986 ), hal, 3.
[iv] Cazacu Tatlana Slama, Introducation To Psycholinguistics,( The hague- Paris : Mouton, 1973), hal 39.
[v] Mansoer Patede, Aspek-Aspek Linguistik,( Yogyakarta : Nusa indah, 1990 ), hal, 13.
[vi]Ibid, hal, 18-19.
[vii] Abdul Chaer, Ibid,hal, 6-7.
[viii] Abdul Majid Said Ahmad Mansur, Ilmu Al-Lughah An-Nafsi ( Riyadh: Jami’ah Al-Mulki As-Su’udi, 1982), hal 136-137.
[ix] Abdul Chaer, Ibid,hal, 54.
[x] Mudjia Rahardjo, Relung-Relung Bahasa, Bahasa Dalam Wacana Politik Indonesia Komtemporer,( Yogyakarta; Aditya Media, 2002), hal 44
[xi]Ibid,hal 45.
[xii] Kridalaksana, Harimurti, Pengantar Linguistik Umum,( Yogyakarta; Gajah Mada University Press, 1988), hal, 10
[xiii] Mudjia Rahardjo, Lingkup Dan Paradigma Penelitian Bahasa,( Dalam Makalah Semiloka nasional, Feb, 2005), hal 14
[xiv] Mudjia Rahardjo, Wacana Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik  , ( Malang; Cendekia Paramulya, 2004), hal 60.
[xv] Soenjono Dardjowidjojo, Perkembangan Linguistik Di Indonesia,( Jakarta; Arcan, 1985 ), hal, 11
[xvi]Ibid,hal, 12-13.
[xvii]Ibid, hal 16-18
[xviii] Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional Pendekatan Konsep Dan Teori Pengajaran Bahasa,( Jakarta ; Erlangga, 1986), hal 21.
[xix]Ibid,hal, 133-134.
[xx] Mudjia Rahardjo, Wacana Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik  , ( Malang; Cendekia Paramulya, 2004), hal 76.
[xxi] Achmad Chotib dkk, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab, Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN, ( Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama ; Jakarta, 1976), hal 2006-2007


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Dan Klarifikasi Resume Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa"

Post a Comment