Contoh Dan Klarifikasi Makalah Linguistik Arab Modern



REVISI MAKALAH
LINGUISTIK ARAB MODERN
A.    Definisi dan Sejarah Linguistik Arab Modern
Pendekatan   linguistik modern pada bahasa  Arab, mula-mula justru menerima tantangan.  Mayoritas  ahli  bahasa  awalnya  menolak,  tidak  ingin  memahami, atau merasa  aneh  ada pendekatan gres yang menggeser pendekatan  yang  sudah  mereka  kenali  sebelumnya.  Inilah  yang  membuat  pendekatan linguistik mulanya tidak terlalu terkenal di dunia Arab.  Kajian - kajian  bahasa  Arab  dengan  pendekatan  linguistik  modern  justru  dilakukan oleh para mahir bahasa dari Barat. Padahal, isu-isu kebahasaan kontemporer  di  dunia  Arab,  seperti  pengembangan  bahasa  Arab  praktis (taisi:r al -lughah wa tarqiyatuha: ), arabisasi (ta‘ri:b), derivasi (isytiqa:q), bahasa  ragam  tinggi  dan  ragam  rendah  (al-‘a:miyyah  dan  fushha:),  yang  bila dikaji  dengan  pendekatan  linguistik  modern,  mungkin  akan  jauh  lebih gampang dalam menemukan titik terang.
Seiring perjalanan waktu, perilaku dan anggapan itu  bergeser. Mulai ada usaha-usaha dari linguis di dunia Arab untuk mengkaji bahasa Arab dengan pendekatan modern, menyerupai al-Falsafah al-Lughawiyyah wa al-Alfa:zh al-‘Arabiyyah karya Jorji Zaidan (1886), yang mengangkat karakter, fungsi, dan metode  pengajaran  bahasa.  Ia  juga menulis  buku  yang  berjudul  Tari kh  al-Lughah  al-‘Arabiyyah  (1904),  yang  memanfaatkan  teori  kebahasaan yang  banyak  dianut  pada  abad  ke-19  dan  awal  ke-20,  juga  kajian  kalangan orientalis terhadap bahasa Arab dan bahasa Semit. Kemudian, pada tahun 1932 didirikan Pusat Bahasa Arab di Mesir, yang  di  antara  tujuannya  adalah  menjaga  kelestarian  bahasa  Arab  dan bisa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.  Menurut al-Sa’ran (1999: 29), Pusat Bahasa ini berperan besar dalam perkembangan bahasa Arab modern, terutama sehabis diterbitkannya al-Mu‘jam al-Wasi:th (1960) yang ditulis oleh beberapa linguis terkemuka Mesir, yang dipimpin oleh Ibrahim  Anis.  Hanya  saja  upaya  tersebut belum menarik  perhatian  universitas-universitas  di  dunia  Arab.  Ini  terlihat  adanya  fakta  sebagian orientalis yang mengajar di Fakultas Sastra Universitas Kairo, yang mencampur adukkan antara ‘ilm al-lughah (linguistik) dan fiqh al -lughah (filologi, tetapi  bukan  filologi  dalam  pengertian  ilmu  penyuntingan  naskah (klasik). Tentu saja tujuannya semoga mereka bisa mengaitkan antara bahasa Arab dan bahasa Semit.
Barulah  setelah  Ali  Abd  al- Wahid  Wafi,  guru  besar  sosiologi  di Universitas Kairo, menulis buku yang berjudul  ‘Ilm al -Lughah  (1941),  Fiqh al-Lughah  (1941),  al-Lughah wa al-Mujtama‘  (1946), dan  Nasy’ah al-Lughah ‘ind al-Insa:n  wa  al-Thifl  (1947),  para  ahli  bahasa  di  universitas-universitas terkemuka di Arab, terutama di Mesir, tertarik mengkaji ilmu ini. UsahaWafi  ini  dilanjutkan  oleh  Ibrahim  Anis,  guru  besar  di  Fakultas  Ilmu Pengatahuan Universitas Kairo. Sepulangnya menuntaskan studi doktoralnya dalam bidang linguistik dari Universitas London, ia menulis beberapa  karya  penting  dalam  pengkajian  bahasa  Arab  dengan  pendekatan linguistik  modern,  seperti  al-Ashwa:t  al-Lughawiyyah  (1947),  al-Lahaja:t  alMishriyyah  (1952),  Musi:qa:  al-Syi‘r  (1951),  Min  Asra:r  al-Lughah  (1951),  dan Dila:lah al-Alfa:zh (1958). Selain itu, perjuangan penerjemahan makalah dan buku-buku  linguistik  dari  Prancis,  seperti  karya  Antoinne  Meillet  yang diterjemahkan  dengan  judul  Manhaj  al-Bahts  fi  ‘Ilm  al-Lisa:n  oleh  Muhammad Mandur, karya Vendryes yang diterjemahkan dengan judul al-Lughah (1950)  oleh  Abd  al-Hamid  al-Duwaihili  dan  Muhammad  al-Qashshash.
Upaya serius lain ditunjukkan oleh Raja  T. Nasr yang menulis  The Structure of Arabic: from Sound to Sentence (1967), yang menganalisis stuktur bahasa Arab dengan pendekatan linguistik modern secara komprehensif.
Setelah  itu,  muncul  generasi  baru  yang  menekuni  linguistik  atau salah satu cabang linguistik di Universitas London, yang kemudian menjadi  staf  pengajar  di  Fakultas  Ilmu  Pengetahuan  Universitas  Kairo, seperti  Tammam Hasan yang menulis  Mana:hij al-Bahts  fi: al-Lughah  (1979) al-Lughah al-Arabiyyah Mabna:ha: wa Ma‘na:ha: (1985), Abd al-Rahman Ayyub yang  menulis  al-Lughah  bain  al-Fard  wa  al-Mujtama‘  (1954),  Kamal  Bisyr yang  menulis  al-Ashwa:t  al-‘Arabiyyah  (1990);  atau  di  Fakultas  Sastra Universitas  al-Iskandariah,  seperti  Mahmud  al-Sa‘ran  dan  Muhammad Abd al-Faraj. Nama lain yang juga patut disebutkan di sini ialah Mahmud  Fahmi  Hijazi  yang  menulis  Madkhal  il  ‘Ilm  al-Lughah  (1978),  yang membuka  cakrawala  baru  pengkajian  bahasa  Arab  dengan  pendekatan linguistik modern, secara lebih utuh. Emil Badi Yaqub yang menulis  Fiqh al-Lughah  al-‘Arabiyyah  (1982),  juga  telah  memberi  sumbangan  penting terkait  dialektologi  dan  stilistika.  Al  Khuli  yang  menulis  A  Dictionary  of Theoritical  Linguistics  (1982), dan para  linguis  Arab lainnya, seperti  M.  H. Bakalla, Kamal Bisyr, Al-Shalakani, M. E. Shieny, Saleh J. Al- Toma, yang secara gotong royong menulis  A Dictionary of Modern Linguistic Terms (1983), juga  turut  memperkaya  kajian  linguistik  modern,  terutama  sumbangan padanan konsep yang telah mereka berikan di kamus mereka itu. Dalam hal kesalahan umum pada penggunaan bahasa  Arab kontemporer, nama al-Adnani  yang menulis  A  Dictionary  of  Common  Mistakes  in  Modern  Written Arabic  (1984)  harus  disebut  di  sini,  atas  usahanya  yang  penting  dan berharga tersebut. Abdullah Abbas Nadwi  yang menulis  Learn  the  Language  of  the  Holy  Quran  (1986)  yang  mengkaji  bahasa  Alquran  dengan  pendekatan  linguistik  modern,  juga  patut  diberi  penghargaan  dalam  upaya mengenalkan kajian Alquran dengan sudut pandang baru. 
Selain para linguis yang berasal dari Timur Tengah, linguis-linguis Barat yang mengkaji linguistik Arab, tidak lengkap bila tidak disebutkan sebagai embel-embel informasi sejauh mana pengkajian bahasa Arab dengan pendekatan  linguistik  modern  dilakukan.  Usaha  awal  dalam  mengkaji bahasa  Arab  dengan  sudut  pandang  linguistik  modern  dilakukan  oleh Wright  dalam  karyanya  yang  berjudul  A  Grammar  of  the  Arabic  Language (1859).  J.  A.  Haywood  dan  H.  M.  Nahmad  yang  menulis  A  New  Arabic Grammar  of  the  Written  Language  (1962),  memberi  sumbangan  penting dalam  analisis  tata  bahasa  Arab  secara  linguistis.  Usaha  Haywood  dan Nahmad ini dikembangkan secara lebih mendalam oleh Peter F Abboud dkk.  Yang  menulis  Elementary  Modern  Standard  Arabic  (1968).  Analisis  Vicente  Cantarino  yang  mengurai  kalimat  sederhana,  kalimat  majemuk,dan  kalimat  komplek  dalam  bahasa  Arab  dengan  pendekatan  sintaksis modern dalam buku Syntax of Modern Arabic Sentence (1974), telah memberi model  analisis  pada  pengkajian  sintaksis  Arab.  Upaya  lebih  mendalam dilakukan  oleh  Wickens  yang  mengungkap  struktur  tata  bahasa  Arab dalam Arabic Grammar a First Workbook  (1980). Holes yang menulis Modern Arabic:  Structures,  Functions  and  Varieties  (1995),  juga  memberikan  analisis berharga terkait struktur, kategori, dan fungsi bahasa Arab modern.
Kerja  ilmiah  yang  dilakukan  oleh  nama-nama  belakangan  inilah yang kemudian turut memperkaya kajian linguistik bahasa Arab dengan pendekatan  modern  di  dunia  Arab.  Beberapa  universitas  di  Timur  Tengah ketika ini telah bahasa Arab. Meski demikian, ada beberapa hambatan yang memang tidak terlalu berat, menyerupai disebutkan al-Sa‘ran (1999: 31-44), yang sering kali sedikit  menggangu.  Pertama,  perbedaan  penerjemahan  konsep,  seperti terkait konsonan dan vokal. Ada mahir yang menerjemahkan konsonan sebagai  sa:kin  dan vokal sebagai  shaut al -layyin; ada yang menerjemahkannya dengan harf dan harakah; ada juga yang menerjemahkannya dengan  sa:kitah dan harakah. Namun, belakangan yang banyak dipakai adalah  shawa:’it untuk  vokal  dan  shawa:mit  untuk  konsonan.  Kedua,  adanya  pandangan bahwa kelas kata dalam bahasa Arab sudah rasional dan bisa diterapkan  untuk semua bahasa. Padahal, dalam kajian modern, pembagian kelas kata sudah lebih kompleks, lantaran didorong oleh perkembangan kosakata. Ketiga,  masih  minimnya  usaha  untuk  menyadari  bahwa  ada  perbedaan antara kajian deskriftif dan kajian historis. Keempat, kesadaran atas perbedaan  antara ragam tinggi dan ragam rendah, sebagai  bagian dari khazanah  kajian  bahasa.  Kelima,  belum  bisa  dibedakannya  antara  nahw  dan lughah.[1]
B. Konsep Majma’ Lughoh
Periode perkembangan bahasa arab di awali dari periode jahiliyyah. Periode permulaan islam, periode bani umayyah. Periode bani abasiyah. Periode kelima ketika bahasa arab tidak lagi menjadi bahasa politik dan manajemen pemerintahan hingga periode bahasa arab modern. Bahasa arab kembali berdiri di landasi adanya upaya-upaya pengembangan dari kaum intelektual mesir yang menerima efek tidak lagi menjadi bahasa politik.
a.       Bahasa arab sebagai bahasa pengantar di sekolah. Waktu-waktu perkuliahan di sampaikan dengan bahasa arab.
b.      Munculnya gerakan menghidupkan warisan budaya usang dan menghidupkan penggunaan kosa kata orisinil yang berasal dari bahasa fusha.
c.       Adanya gerakan yang telah berhasilk mendorong penerbit dan percetakan dinegara-negara arab untuk mencetak kembali buku-buku sastra arab dari segala zaman dalam jumlah yang sangat besar dan berhasil pula menerbitkan buku-buku dan kamus bahasa arab.
Majma’ lughah al ‘arabiyah ialah lembnaga pengatur bahasa yang dibuat di negara-negara arab, diantaranya di irak, mesir, arab saudi dan suriah.
Di era modern setidaknya ada dua pihak yang berperan dalam pembentukan kosa kata gres di dalam dunia kebahasaan yaitu majma’ lughah al ‘arabiyah dan para linguis. Seperti apa yang tengah di lakukan majma’ lughah al ‘arabiyah (pusat bahasa arab) dengan selalu menyaring kosa kata bahasa asing dan kemudian mengubah ke bahasa arab, baik fonologis maupun subtansif. Majma’ lughah berusaha menhidupkan lagi kosa kata arkais dalam khazanah kebahasaan yang mereka miliki untuk di terapakanm dan di populerkan kembali.[2]
Salah satu misi yang di usung majma’ lughah ialah mempertahankan keaslian bahasa arab lantaran faktor agama bahwa bahasa arab bahasa Al-Qur’an dan keasliannya tetap terjaga serta melaksanakan usaha-usaha pengembangan semoga menjadi bahasa yang dinamis, maju dan bisa memenuhi  tuntutan kemajuan dunia ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. Hatif ialah bahasa arab akais yang berarti wujud bunyi tanpa ada wujud rupa. Konsep hatif di sini serupa dengan konsep telepon yaitu wujud bunyi tanpa wujud sang pembicara atau penggunaan kata “Qithar” berarti kereta api yang di analogiakan dengan makna sebelumnya rombongan unta.[3]
C. Metode Perkembanagan Bahasa Arab Modern Atau Leksikologi
- Sejarah Leksikologi Bahasa Arab
Awalnya bahasa arab bermula dari bahasa mulut (lughah al-Nuqt) yang di gunakan para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya, sebelum pada tahap selanjutnya. Bahasa itu di kodifikasi atau di bukukan dalam bentuk basaa tulis (lughah kitabah). Asumsi ini di perkuat dengan bukti realistis yang memperlihatkan betapa banyak bahasa yang telah pernah berkembang kemudian punah lantaran belum dikodifikasi dalam catatan. Perkembangan sebuah bahasa mengikuti perkembangan pemikiran para pengguna bahasa. Sedang insan ia tidak akan bisa menghafal dan mengembang seluruh kata dari bahasanya sekalipun ia mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi. Oleh lantaran itu terkadang insan tidak bisa untuk mengingat sebuah kata atau kesulitan untuk menyebut kosa kata yang sesuai dengan yang ia inginkan. Problem di atas memperlihatkan urgensi kamus sebagai materi referensi untuk mengembangkan makna, menghimpun kata, melestarikan bahasa dan mewariskan peradaban yang bisa dio kembangkan. Hal ini yang mendasari insan melirik pentingnya bahasa tulis untuk mengkondifikasi bahasa mereka.
Proses kodifikasi pada hasilnya merubah bahasa arab dari semula yang tidak ilmiah, (tidak bisa di pelajari secara ilmiah) menjadi bahasa ilmiah, bahasa yang tunduk kepada sistem yang juga banyak di ikuti oleh ilmiahnya. Proses pengumpulan dak kodifikasi bahasa bertolak dari kekhawatiran terjadinya kerusakan bahasa lantaran berbagi dialek yang menyimpang (lahn) dalam masyarakat di mana orang arab sebagai kelompok minoritas. Karena terjadi lahn yang di sebabkan oleh terjadinya percampuran antara orang arab dan non-arab (mewakili) di kota-kota besar semisal Irak dan Syam, maka masuk akal kalau bahasa arab yang di pandang valid (al-lughah al-shahihah) dicari dari orang-orang badui khususnya dari kabilah-kabilah yang masih terisolisir dan masyarakatnya masih memelihara insting dan kemurnian pelafalannya. Oleh lantaran itu para leksikolog lebih mengarahkan periwayatan bahasa kepada orang badui.
Jadi pada awalnya proses pemaknaan kosa kata dalam bahasa arab bermula melalui metode telinga (al-sima’), yaitu pengambilan riwayat oleh para ahli  bahasa dengan cara mendengarkan eksklusif perkataan orang-orang badui. Kemudian metode telinga bergeser ke metode analogi (qiyas), yaitu pemaknaan kata dengan memakai teori-teori tertentu yang di buat oleh para mahir bahasa.[4]
Selanjutnya ada tiga tahap kodifikasi bahasa arab hingga lahir kamus-kamus bahasa arab, yaitu sebagai berikut,
1.      Tahap kodifikasi non-sistematik
Pada tahap ini spesialis bahasa biasa melaksanakan perjalanan menuju desa-desa. Lalu ia mulai mencari data dengan cara mendengarkan secara eksklusif perkataaan warga badui yang kemudian ia catat di lembaran-lembaran tanpa memakai sisitematika penulisanm kamus.
2.      Tahap kodifikasi tematik
Para ulama’ yang tengah mengumpuylkan data mulai mengklasifikasikan dat yang terkumpul menjadi buku dengan memakai teknik penulisan secara tematis. Seperti kitab Al-Mathar (kamus hujan) karangan Abu Zaid (737-830).
3.      Tahap kodifikasi sistematik
Pada tahap ini, penyusunan kamus mulai memakai sistematika penulisan lebih baik dan memudahkan para pemakai kamus dalam mencari kata-kata yang di ingin di ketahui maknanya. Seperti penyusunan kamus  Al Ain karya Khalil Bin Ahmad Al Farahidy yang memakai sistematika Al Shawty (pencarian kata menurut sistem makharijul huruf).[5]
Secara garis besar ada dua model penyusunan mu’jam ‘arabiyah yang di gunakan para leksiolog, yaitu:
-          Sistem Makna (Kamus Ma’ani)
Sistem makna ( kamus ma’ani) ialah model penyusunan kosa kata (item) kamus secara beruntutan menurut makna atau kelompok kosa kata yang maknanya sebidang (tematik). Dengan kata lain pengelompokan entri pada kamus-kamus ma’ani lebih mengedepankan aspek makna yang terkait dengan topik/tema yang telah di menetapkan oleh leksikolog.
Dengan sistemayika ini maka kamus ma’ani lebih sempurna di sebut kiamus tematik. Kamus-kamus tematik berbahasa arab, seperti: Mutakhayyir Al-Alfadz karya ibnu faris. Fiqh Al-Lughah wa Sir Al-Arabiyyah karya Abu Mamsyurt Al-Tsa’labi.
-          Sistem Lafal (Kamus Alfadz)
Bentuk dari sistematika penulisan ini ialah kamus yang kata-kata (item) didalamnya tersusun secara berurutan menurut urutan lafal (indeks) dari kosa kata yang terhimpun, bukan melihat makna kata. Sejak munculnya kamus bahasa arab pertama, sistematika penyusunan kamus-kamus alfadz terus berkembang pesat seiring dengan kebutuhan para pengguna kamus.
Pencarian makna kata dengan cara melihat lafal menjadi trademark kamus-kamus bahasa arab. Bahkan kamus-kamus tematik hanya di pandang sebagai kitab-kitab yang berbahasa tafsir makna sebagaimana kitab-kitab tafsir Al-Qur’an dan bukan lagi sebagai kamus bahasa. Dalam sejarah perkembangan leksikin bahasa arab.
DAFTAR PUSTAKA
            H.R.Taufiqurrahman, M.A, Leksikologi bahasa arab, Yogyakarta: UIN MALANG PRES: 2008
            Pdf. Sejarah perkembangan linguistik Arab 2
            http://cabiklunik,blogspot.co.id/2008/08/08/bahasa-bahasa-pemersatu

PESAN DAN KESAN
Kesan q selama ini adalah, bapak kurang perhatian kepada para mahasiswa perihal pelajarannya, lagi pula mata kuliah ini gres pertama kali kami terutama saya menjamahnya pak sehingga banyak materi-materi yang kurang saya pahami pak.
Pesan kami kalau kita di pertemukan lagi di mata kuliah lain saya mohon kepada bapak semoga lebih perhatian kepada kami, semoga materi yang kita sanggup bisa kita pahami dan mengerti.


[1] Pdf. Sejarah Perkembangan linguistik Arab 2
            http://cabiklunik,blogspot.co.id/2008/08/08/bahasa-bahasa-pemersatu
[4] H.R.Taufiqurrahman, M.A, Leksikologi bahasa arab, Yogyakarta: UIN MALANG PRES: 2008, hlm. 183-187
[5] Ibid, hlm, 203

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Dan Klarifikasi Makalah Linguistik Arab Modern"

Post a Comment